Aspek klinis dan managemen Bronkiektasis



II.1. Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena1,5.


II.2. Epidemiologi
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital1.

II.3. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat2.
Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis, adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.3

a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.



b. Bronkiektasis didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut:
* Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.
* Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.
Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis1,2.

II.4. PATOLOGI
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
1. Tempat predisposisi bronkiektasis
Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
2. Bronkus yang terkena
Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
3. Perubahan morfologi bronkus yang terkena.
a. Dinding bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.


b. Mukosa bronkus
Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.
c. Jaringan paru peribronkial.
Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
4. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis.
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:
a. Bentuk tabung (Tubular, Cilindrical, Fusiform bronchiectasis)
Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis.
b. Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (Cystic bronkiektasis).
c. Varicose bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena2.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.
5. Pseudobronkiektasis
Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.


II.5. PATOGENESIS
Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar.
1. Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
2. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus, korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.

Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru1,2.


Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. (http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/picture=\websites\emedicine\med\images\2463.jpg&template=izoom2)
Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas1.


Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan, apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak dan sebagainya).
b. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia, hemopilis influenza, klebsiela ozeona dan sebagainya.

PERUBAHAN FAAL PARU
Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja, bronkiektasis sedang dengan kelainan fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama (artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas tergantung pada macam kerusakan jaringan paru yang terjadi, sehingga pengaruhnya pada fungsi paru dapat berbeda-beda.


II.6. GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala, sebagai berikut :
a. Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
b. Hemoptosis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptisis.
c. Sesak nafas (dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam.

Kelainan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom Kartagener
Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left sided liver, right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital (suatu kebersamaan). Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.

Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah di situ dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisis hebat.

Kelainan Laboratorium
Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau ditemukannya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau hijau.

Kelainan Radiologis
Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi, tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto dada tersebut kadang-kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang sukar. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram.

Kelainan Faal Paru
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung pada beratnya kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

Tingkatan Beratnya Penyakit
Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
1. Bronkiektasis Ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada hemoptisis, pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.
3. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey comb appearance).

Perjalanan Klinis Penyakit
Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi amiloidosis.

II.7. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat kapan melakukannya dan sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis, (3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik1,2.
Tanda-tanda penting :
1. Sputum dan napas berbau.
2. Rhonki (+).
3. Kadang disertai bunyi wheezing.
4. Jari tabuh.
5. Jantung dan trakea tertarik pada daerah yang terkena(IPD Kecil)
.
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan bronkiektasis:
1. Bronkitis kronis (ingatlah definisi klinik bronkitis kronik).
2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa bronkiektasis).
3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan sebagainya.
5. Fistula bronkopleural dengan empiema2,3.

II.9. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empiema (jarang).
5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi bronkiektasis pada saluran nafas.
8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis, akan terjadi arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

II.10. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut :
Pengobatan Konservatif
1. Pengelolaan Umum
Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah dibatukkan keluar. Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage).
c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya: inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan mukolitik dan sebagainya.
d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase sekret bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila ada sinusitis harus disembuhkan.
2. Pengelolaan Khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: (1) secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, (3) Atau keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu. Sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik secara empirik. Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase sekret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya adalah antara lain untuk: (1) menentukan dari mana asal sekret (sputum), (2) mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, (3) menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelekasis paru).
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simptom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Obstruksi diketahui dari hasil uji faal paru (% FEV < picture="\websites\emedicine\ped\images\Large\120Ped2468%2D01%2Ejpg&template=" picture="\websites\emedicine\med\images\Large\2463.jpg&template=" picture="\websites\emedicine\med\images\Large\2465.jpg&template=">

Patung, Sepatu, dan Cairan untuk Para Pemimpin Dunia




KOMPAS.com - Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi bergabung dengan deretan panjang pemimpin dunia yang jadi incaran penyerang. Sampai seberapa banyak pengamanan diperlukan bagi politisi saat bersentuhan dengan publik mereka?

Figur publik dan pemimpin yang melenggang di jalan tanpa perlindungan adalah magnet, bukan hanya bagi teroris, melainkan juga pemrotes, pencari ketenaran, dan orang dengan persoalan kejiwaan.



Seorang pria dengan riwayat gangguan jiwa, Minggu (13/12), melempar Berlusconi dengan patung replika Katedral Duomo di Milan. Dua gigi Berlusconi tanggal, hidungnya retak, dan bibirnya robek.

Bulan lalu Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengakui adanya kekacauan saat dua tamu tak diundang bisa masuk ke jamuan makan malam Gedung Putih dan bersalaman dengan Obama demi tampil di televisi.

Tahun lalu seorang wartawan Irak melempar mantan Presiden AS George W Bush dengan sepatu. Cara itu telah ditiru di seluruh dunia. Salah satu korbannya adalah Perdana Menteri China Wen Jiabao, yang dilempar sepatu oleh seorang mahasiswa saat menyampaikan pidato di Cambridge University.

Pada Maret lalu seorang aktivis pencinta lingkungan melemparkan cairan hijau ke arah Menteri Urusan Bisnis Inggris Peter Mandelson saat dia tiba dalam sebuah konferensi untuk mengurangi emisi karbon.

Berlusconi pun pernah mengalami serangan seperti pada Minggu lalu saat seorang pria memukul kepalanya dengan tripod kamera ketika berjalan di Piazza Navona di Roma tahun 2005.

Mematikan

Bentuk penyerangan lain terhadap pemimpin dunia terbukti mematikan. Di Belanda, pengamanan pejabat pemerintah kian diperketat menyusul pembunuhan politisi populis Pim Fortuyn tahun 2002.

Setahun kemudian Menteri Luar Negeri Swedia Anna Lindh juga tewas dibunuh. Pembunuhan Lindh memunculkan pertanyaan apakah politisi masih bisa merasa bebas melenggang di jalanan kota Stockholm bersama keluarga mereka.

Tahun 1990 Menteri Dalam Negeri Jerman (waktu itu) Wolfgang Schaeuble ditembak oleh seorang yang menderita gangguan jiwa dalam sebuah kampanye. Schaeuble, yang kini menjabat Menteri Keuangan Jerman, mengalami lumpuh dari bagian pinggang ke bawah.

Pemimpin lain yang rentan mengalami penyerangan adalah Paus Benediktus XVI. Paus secara teratur menemui masyarakat di Lapangan Basilika Santo Petrus. Tradisi itu terus berlanjut kendati pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, ditembak tahun 1981 dalam kegiatan serupa.

Kontak langsung

Masih banyak lagi pemimpin-pemimpin dunia yang terluka atau menemui ajal saat menemui publik mereka. Belum lagi pemimpin yang terancam akibat penerobosan keamanan.

Seperti pada pekan lalu saat para aktivis kelompok pencinta lingkungan, Greenpeace, menerobos masuk ke tempat pertemuan 27 pemimpin Uni Eropa. Penerobosan itu menimbulkan pertanyaan terhadap kualitas keamanan di blok tersebut.

Andrea Nativi, peneliti pada Military Center for Strategic Studies yang berbasis di Milan, Italia, mengatakan, pengamanan terhadap Berlusconi gagal karena dia melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan: melakukan kontak langsung dengan kerumunan orang.

”Di Italia, tidak ada pejabat tingkat tinggi yang memiliki cukup kekuasaan untuk berkata kepada dia (PM Berlusconi): ’Jangan lakukan itu’,” ujar Nativi.

Media-media Italia menyebutkan, serangan terhadap Berlusconi merefleksikan iklim politik yang penuh kekerasan. Bukan hanya di Italia, melainkan barangkali juga di negara-negara tempat penyerangan itu berlangsung.

Entah dilakukan oleh orang waras atau gila, ada faktor kebencian—seperti diakui Berlusconi—yang melatari perbuatan para penyerang itu. Saatnya para pemimpin dunia untuk makin waspada dan berhati-hati dengan cara mereka memimpin.(AP/BBC/FRO)

Cerita Jusuf Kalla tentang Bank Century dikutip dari Tribun Timur

13 November 2008. Pagi. Bank Century kolaps, bangkrut. Bank itu kalah kliring. Sore harinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama rombongan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, terbang menuju Washington, Amerika Serikat, untuk menghadiri pertemuan G-20.

Sri Mulyani melaporkan kondisi Bank Century kepada SBY, 14 November. Hari itu juga, Sri Mulyani kembali ke Tanah Air. Tiba 17 November. Keadaan gawat. Sejumlah tindakan genting harus diambil.
Sejumlah rapat dengan Gubernur Bank Indonesia ketika itu, Boediono, harus segera digelar.

***

PUKUL 03.30 waktu Jakarta, Rabu, 26 November 2008. Udara terasa dingin. Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sepi. Pesawat Airbus A330-341 mendarat dengan mulus.
Setelah melewati penerbangan meletihkan 30 jam dari Lima, Peru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan turun dari pesawat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut SBY dan rombongan di tangga pesawat. Kalla bukan hanya siap menyambut, melainkan juga siap melaporkan perkembangan di Tanah Air selama presiden ke luar negeri.
Selama SBY melakukan misi 16 hari di luar negeri (ke Amerika Serikat, Meksiko, Brasil, dan Peru), Kalla memimpin negara dan pemerintahan. Karena itu, ia segera melaporkan perkembangan di Tanah Air begitu pemberi mandat tiba.
Banyak yang dilaporkan. Salah satunya soal Bank Century. Ia melaporkan bagaimana Sri Mulyani dan Boediono menangani Bank Century.
Kalla juga melaporkan, "Saya sudah memerintahkan Kapolri untuk menangkap Robert Tantular (pemilik Bank Century). Ini perampokan."
"Baik, baik ...," begitu reaksi presiden seperti dikutip Kalla ketika menceritakan kisah tersebut di Studio Trans Kalla, Tanjung Bunga, Makassar, Selasa (24/11).
Kalla terlihat lebih gemuk. Berat badannya naik dua kilo sejak lepas dari kesibukan sebagai wakil presiden, 20 Oktober lalu.
Dengan air muka yang cerah, Kalla berkata: "Sekarang tanggal 24 (November). Besok tanggal 25, persis setahun ketika Ani (Sri Mulyani) dan Boediono melaporkan Bank Century di kantor saya."

***

ISTANA Wakil Presiden RI, Jakarta, pukul 16.00 WIB, Selasa, 25 November 2008. Kalla ingat persis tanggal ini, lengkap dengan harinya.
Ketika itu, ditemani stafnya masing-masing, Sri Mulyani dan Boediono melapor kepadanya mengenai Bank Century. Mereka harus melapor ke wapres karena presiden sedang di luar negeri. Pemilu presiden masih setahun lagi dan hubungan SBY-Kalla masih mesra.
"Apa? Bantuan? Kenapa harus dibantu. Ini perampokan," kata Kalla dengan suara keras ketika Sri Mulyani dan Boediono melaporkan "upaya penyelamatan" Bank Century.
Belum ada yang menduga bahwa kelak Boediono akan berpasangan dengan SBY, dan menang. Kalla adalah bos ketika itu.
Menurut Kalla, kedua pejabat itu melaporkan bahwa Bank Century menghadapi masalah besar. Masalah muncul karena krisis ekonomi global. Karena itu, Bank Century harus dibantu pemerintah dengan cara mengucurkan dana bailout (talangan).
Bila tidak dibantu, demikian kedua pejabat itu meyakinkan Kalla, masalah Bank Century akan berimbas ke bank-bank lainnya. Pada akhirnya, perekonomian nasional akan oleng.
"Saya tidak setuju dengan pandangan itu. Krisis itu menghantam banyak orang. Masak ada badai cuma satu rumah yang kena. Tidak. Bila hanya Bank Century yang kena, itu bukan krisis. Yang bermasalah adalah Bank Century dan itu bukan karena krisis melainkan karena uang bank itu dirampok pemiliknya sendiri. Ini perampokan!" Kalla berteriak dengan keras.
"Lapor ke polisi," perintah Kalla kepada Sri Mulyani dan Boediono. "Sangat jelas, ini perampokan. Jangan berikan dana talangan."
Sri Mulyani dan Boediono tidak berani. Bahkan mereka sempat bertanya, pasal apa yang akan dikenakan.
"Itu urusan polisi. Pokoknya ini perampokan," teriak Kalla lagi.
Karena melihat Sri Mulyani dan Boediono tidak menunjukkan gelagat akan memproses kasus ini secara hukum, Kalla lalu mengambil handphone-nya, menelepon Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
"Tangkap Robert Tantular...," teriaknya kepada Kapolri. Setelah menjelaskan secara singkat latar belakangan masalah, Kalla memerintahkan, "Tangkap secepatnya".
"Saya tidak tahu pasal apa yang harus dikenakan. Ini perampokan, tangkap. Soal pasal urusan polisi," cerita Kalla sambil tertawa.
Dua jam kemudian, Kapolri menelepon. Robert Tantular telah ditangkap oleh tim yang dipimpin Kabareskrim Susno Duaji.
Mengingat kecepatan polisi bertindak, dengan nada berkelakar, Kalla mengatakan, polisi itu baik asal diperintah untuk tujuan kebaikan.

***

DI ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 September 2009, Robert Tantular diadili. Ketika membacakan duplik, pengacaranya, Bambang Hartono, memprotes Kalla.
Ia menilai Kalla telah mengintervensi hukum karena memerintahkan Kapolri untuk menangkap kliennya.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia," protes sang pengacara.
Menurut Bambang, penangkapan Robert Tantular tidak memiliki dasar hukum. Ia mengutip Boediono: "Pak Boediono selaku Gubernur BI mengatakan bahwa tidak bisa dilakukan penangkapan karena tidak ada dasar hukumnya."
Mendengar protes pengacara itu, Kalla memberikan reaksi keras. Bahkan terus terang ia mengaku sangat marah.
Kata Kalla, "Saya marah karena saya disebut mengintervensi. Tidak. Saya tidak intervensi. Yang benar, saya memerintahkan polisi agar Robert Tantular ditangkap. Ini perampokan," katanya sambil tertawa.
Robert telah merugikan Bank Century, yang tentu saja ditanggung nasabahnya, sebesar Rp 2,8 triliun.
Bank yang "dirampok" pemiliknya sendiri itu justru mendapatkan bantuan pemerintah, melalui tangan Sri Mulyani dan Boediono, sebesar Rp 6,7 triliun.
Pengadilan memvonis Robert penjara empat tahun dan denda Rp 50 miliar/subsider lima bulan penjara.

***

24 November 2009. Kalla kini bernapas lega karena apa yang diyakininya sebagai perampokan di Bank Century pelan-pelan terkuak.
Hari Selasa kemarin, ia bangun pagi seperti biasa, membersihkan taman di depan rumahnya di Jl Haji Bau, Makassar. Enam anggota Paspampres (tiga dari Bugis), yang akan mengawalnya sepanjang hayat, juga ikut santai.
Satu demi satu ranting pohon dibersihkan. Sebuah pohon kira-kira setinggi dua meter yang bibitnya didatangkan dari Pretoria, Afrika Selatan, ikut dipangkas.
Nyonya Mufidah, istrinya, protes. "Aduh, Bapak ini tidak ngerti seni," komentar wanita Minang ini tentang pohon-pohon yang dipangkas.
Kalla membela diri. "Kalau daunnya banyak, pohon ini tidak bisa lekas besar karena makannya dibagi ke banyak daun. Kalau daunnya sedikit, makanannya dibagi ke sedikit daun. Pasti lebih cepat tumbuh."
Kalla berada di Makassar sepekan terakhir setelah pulang dari liburan di Eropa usai melepas jabatan. Di Makassar ia menghabiskan waktu dengan berdiskusi dengan kolega-koleganya, bermain dengan cucu, dan menikmati makanan kesukaannya, ikan.
Di belakang rumahnya, ia menikmati pohon yang buahnya delapan jenis. Kemarin ia makan siang di sebuah restoran sea food, lalu ke Studio Trans Kalla. Warga yang melihatnya spontan berteriak dan minta foto bersama. Paspampres lebih longgar dari biasanya.
Kalla ingin menikmati hidup sebagai rakyat biasa dan menghindari komentar tentang politik. Tapi kasus Bank Century, yang menguras kas negara Rp 6,7 triliun, terus menggodanya untuk berbicara.
"Saya tidak ingin rakyat terus menerus dikorbankan," katanya berapi-api tapi dengan banyak sekali komentar off the record (tidak untuk dipublikasikan).

***

KALLA ingat persis peristiwa tanggal 25 November 2008 itu. Hari itu Selasa sore. Sri Mulyani dan Boediono sama sekali tidak melaporkan berapa dana yang telah dikucurkan ke Bank Century.
Belakangan ia tahu, sesuatu yang aneh telah terjadi. Sri Mulyani dan Boediono telah membahas rencana pengucuran dana talangan ke Bank Century melalui rapat pada 20 dan 21 November.
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mengucurkan dana Rp 2,7 triliun (dari total keseluruhan Rp 6,7 tiliun) ke Bank Century pada 22 November.
Tanggal itu merupakan tanggal merah karena hari Minggu. Sepertinya ada yang begitu mendesak sehingga LPS mengucurkan dana pada hari libur, hari Minggu. Tidak sembarang orang bisa memaksa transaksi sebegitu besar, apalagi pada hari libur.
Sri Mulyani dan Boediono melapor ke Kalla pada 25 November setelah dana mengucur, bukan sebelumnya.
Hasil audit investigatif BPK juga menemukan beberapa keanehan. Misalnya, BI yang dikomandoi Boediono melanggar aturan yang dibuat sendiri demi Bank Century.
Kalla belum mau bercerita mengenai keanehan-keanehan itu. Yang kelihatannya masih samar-samar adalah ini: ada kekuatan besar di balik Boediono dan Sri Mulyani.(dahlan)

Tribun Timur

Diplomasi JK



Sebelum saya menjabat sebagai WAPRES, karakter dan watak orang Bugis sangat jarang yang mengenalnya di belahan nusantara ini. Bahkan ada banyak pendapat yang keliru dan menyangka orang bugis adalah bangsa yang keras dan tidak pernah kenal kompromi. Ini jika melihat dari sejarah banyak yang menganggap bahwa orang bugis adalah bajak laut pada masa silam. Anggapan ini sungguh tidak berdasar dan keliru.

Orang bugis sebenarnya mempunyai cirri khas yang menarik. Dari sejarahnya kerajaan bugis didirikan bukan pada pusat-pusat ibu kota dan sangat jauh dari pengaruh India. Itulah sebabnya di Bugis tidak ada candi. Ini berbeda dengan kerajaan jawa yang mebangun pusat kerajaannya pada ibu kota dan bersifat konsentris.

Namun demikian, orang bugis sudah terkenal memiliki kebudayaan, mereka memiliki tradisi lisan maupun tulisan. Bahkan orang bugis memiliki salah satu epos terbesar di dunia yang lebih panjang daripada epos Mahabarata yakni cerita tentang lagaligo yang sampai saat ini sering dibaca dan disalin ulang dan menjadi budaya yang mengakar pada masyarakat bugis.

Bagi suku-suku lain, orang Bugis sering dianggap sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu demi kehormatan, orang bugis bersedia melakukan kekerasan. Namun dibalik sifat itu semua, sebenarnya orang bugis adalah orang yang sangat ramah, menghargai orang lain dan menjunjung tinggi kesetiakawanan, bahkan bersedia menjadi bumper demi kesetiakawanan. (itulah mungkin sebabnya mengapa Golkar pada masa pemerintahan SBY-JK sering menjadi Bumper karena ia dipimpin oleh seorang yang sangat berwatak bugis).

Meskipun sebagai bangsa perantau, orang bugis selalu membawa identitas bugisnya di mana mana. Beberapa orang-orang di singapura dan Malaysia meskipun sudah menjadi warga Negara sana, dan mereka sudah bergaya hidup modern tapi mereka selalu mengaku sebagai orang Bugis meskpiun sudah merupakan keturunan yang kesekian dan belum pernah menginjak tanah bugis.

Begitu juga dengan saya, selama terjun ke dunia politik saya tidak pernah melepas karakter bugis saya yang blak-blakan, dan sering dianggap kurang santun bagi mereka yang sangat menghargai etiket. Tapi itulah saya, saya sering mengatakan kepada teman-teman, jangan paksa saya jadi orang jawa. Menjadi orang bugis dan berkarakter keras kadang berguna juga. Waktu menyelesaikan kasus ambalat untuk pertama kalinya, saat itu saya menggunakan gaya diplomasi ala Bugis yang anda tidak dapatkan dalam literature strategi diplomasi. Waktu itu saya ke Malaysia bertemu dengan Perdana Menteri yaitu Najib. Saat itu ia ditemani oleh 5 Menteri dan saya juga ditemani oleh 5 Menteri plus Dubes kita. Saat pertemuan itu

saya bilang ke Najib “ Najib…Ambalat itu masalah sensitive, itu bisa membuat kita perang. Kalau kita perang, belum tentu siapa yang menang. Tapi satu hal yang mesti you ingat, di Malaysia ini ada 1 juta orang Indonesia, 1000 orang saja saya ajari Bom, dan mereka Bom ini gedung-gedung di Malaysia maka habislah kalian”

Saat itu pak Najib kaget, dia sadar sebagai sesama Bugis, ancaman saya bukan hanya gertakan belaka. Dia bilang ke saya “pak Jusuf, tidak bisa begitu”

Saya bilang ke dia “makanya mari kita berunding, terus terang saya kadang tidak suka sama you punya Negara, Buruh-buruh Ilegal dari Indonesia ditangkapi kayak binatang, sedangkan majikannya tidak ditangkap, padahal kalau ada buruh Ilegal maka tentu ada juga majikan illegal. Setiap ada Ilegal loging pasti orang Malaysia yang ambil, begitu ada kebakaran hutan mereka marah-marah, padahal hampir sepanjang tahun mereka menghirup udara segar yang dihasilkan oleh hutan-hutan di Indonesia, satu bulan saja ada kabut asap mereka marah marah. Dan juga setiap ada ledakan Bom di Indonesia selalu orang Malaysia dalangnya”

Waktu itu Pak Dubes langsung bisiki saya “Pak, Ini sepertinya sudah melewati batas diplomasi”

Saya langsung bilang ke dia “kau kan Dubes, yah sudah kau perbaikilah mana yang lewat”

Setelah itu, untuk menunjukkan ketidak sukaan saya kepada Malaysia saya menolak menginap di Kuala

Lumpur, saya bilang saya mau menginap di kampong Bugis di Johor sana. Akhirnya pak Najib ikut juga saya ke sana. Di atas mobil, dalam perjalanan menuju Johor Pak Najib Bilang ke saya “ Kayaknya bapak terlalu keras tadi waktu berunding”

Saya cuman bilang ke dia “kamu kan juga orang Bugis, kenapa kau tidak keras juga tadi?” mendengar itu dia cuman ketawa saja.

Malamnya di Johor, kita makan malam dan nyanyi-nyanyi, mengundang Siti Nurhaliza, sampai jam 1 malam dan kita ngantuk. Keesokan paginya kita main golf, dan saat itu juga masalah Ambalat selesai. Dengan gaya Diplomasi ala Bugis, saya tidak perlu memakai bahan yang sudah disiapkan oleh DEPLU semua spontanitas saja. Dan sampai sekarang kalau ada tentara Malaysia datang lagi di Ambalat, saya tinggal telpon Najib “Hey Najib, jangan lagi kau kirim, you punya tentara ke Ambalat, kita bisa perang nanti”

Demikan juga waktu saya menyuruh EXXON supaya angkat kaki dari Blok Natuna. Waktu itu saya dikejar oleh orang-orang EXXON mereka mau melobi. Tapi saya selalu menolak ketemu dan menghindar. Saya ke Riyadh, mereka mau nyusul ke sana, saya ke Jedah mereka mau datang, tapi saya tolak karena saya mau ibadah dan sampai di belahan bumi manapun mereka kejar saya. Akhirnya waktu itu Di Makassar karena melihat kegigihan mereka, saya suruh mereka datang. Dan datanglah itu Chairman Exxon mereka 4 orang dan saya hanya ditemani oleh Sekretaris saya.

Saat pertemuan di Hotel Sahid Makassar, orang Exxon bilang ke saya, “Mr.Vice President, anda kalau membatalkan kontrak dengan EXXON, maka besok akan saya SU”

Saya langsung pukul meja saya dan bilang ke dia “kalau kau berani SU, maka saya akan SU kau 10 kali, Its my country, not your country, jangan kau datang ke sini mau ancam-ancam saya”.

Saat itu dia langsung minta maaf. Dan saat itu Blok Natuna kembali ke tangan kita pengelolaannya,meskipun pada akhirnya lepas lagi ke EXXON karena wewenang saya dicabut dan control tidak lagi berada di tangan saya. Apa pun itu, untuk kehormatan bangsa, kita jangan mau didikte oleh bangsa lain, kalau mereka keras, maka kita balas lebih keras lagi. Jangan pernah takut kita akan dibuat susah dan macam-macam. Selama kita yakin Tuhan selalu bersama kita, maka bangsa lain tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap kita.

-dikutip dari Kompasiana 4 Augustus 2009 -

A to Z about Osteomielitis



TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Osteomeylitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan struktur-strukturnya, sekunder terhadap infeksi dari organisme pyogenik.1 Osteomyelitis merupakan infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik ( m. tuberkulosa, jamur).5


2.2. Klasifikasi
Osteomyelitis dapat diklasifikasikan menurut menurut patogenesisnya direct/ eksogen dan hematogen, dan menurut perjalanan penyakitnya sebagai akut, subakut, dan kronis; tiap tipe didasarkan pada lamanya waktu dari onset timbulnya penyakit (terjadinya infeksi atau luka). Osteomyelitis akut berkembang antara dua minggu setelah onset penyakit, osteomyelitis subakut antara satu sampai beberapa bulan dan osteomyelitis kronik setelah beberapa bulan. 1 Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Osteomyelitis direct/ eksogen disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan.4

2.3. Etiologi
Agen penginfeksi osteomyelitis hematogen meliputi S aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Agen penginfeksi osteomyelitis direct/eksogen; meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa.4

2.4. Faktor predisposisi
Status penyakit diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap osteomyelitis meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS, penyalahgunaan obat-obatan secara i.v., alkoholik, penggunaan steroid jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh, dan penyakit sendi kronik. Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat merupakan faktor resiko terjadinya osteomyelitis pada pembedahan ortopedik atau fraktur terbuka.4

2.5. Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma.2 Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.1

Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus aureus.7 Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat osteomyelitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomyelitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tak lazim.2

Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang.3

Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.7

Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi; (1) penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2) penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4) penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. Penetrasi ke epifisis jarang terjadi.5

Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain. Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga akan menggangu aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi didaerah subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel.3

Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi tulang kedalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril.3
Penyebaran infeksi melalui pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan septikemia dengan manifestasi berupa malaise, penurunan nafsu makan dan demam.septicemia merupakan ancaman bagi nyawa penderita dan dimasa lalu merupakan penyebab kematian yang lazim.3

Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum.3

Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis melintasi gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif, disamping sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi yang luas menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius di kemudian hari.3

2.5. Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dal;am daerah infeksi biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, anemia ringan sampai sedang dan peningkatan laju endap darah. Karena tanda-tanda radiografi osteomielitis tidak terbukti sekitar 10 hari, maka diagnosis dibuat atas dasar klinis saja dalam kasus akut.2

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Pada saat ini diagnosis harus ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan pengobatan yang adekuat. Diagnosis menjadi lebih jelas bila didapatkan sellulitis subkutis.7
Biakan darah harus didapatkan dan akan positif dalam sekitar 50% pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyerang paling sering. Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan gambaran klinis yang sama. Organisme gram negatif juga bisa bersifat etiologi, walaupun umumnya menimbulkan perjalanan yang kurang fulminan dibandingkan yang diuraikan. Secara khusus, osteomielitis salmonella yang melibatkan diafisis tulang panjang, bisa merupakan komplikasi anemia sel sabit.2
Osteomyelitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka terkontaminasi. Organisme manapun bisa terlibat.Biasanya infeksi terbatas pada tempat cidera dan biasanya karena periosteum telah putus, Maka elevasi periosteum dan perluasan infeksi tidak terlihat. Jika lika telah tertutup, maka multiplikasi bakteri tetap bisa menyebabkan dehisasi spontan dengan drainase purulenta.2

2.7. Osteomyelitis akut
Dua kategori primer dari osteomyelitis akut yaitu osteomyelitis hematogen dan osteomyelitis direct/ eksogen.4 Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Osteomyelitis direct disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan. Manifestasi klinis osteomyelitis direct lebih terlokalisasi daripada osteomyelitis hematogen dan terdiri dari berbagai macam organisme.4

2.7.1. Diagnosis
Diagnosis osteomyelitis akut dapat di tegakkan berdasarkan beberapa penemuan klinik yang spesifik. 2 dari 4 tanda dibawah ini harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis osteomyelitis akut; (1) adanya materi purulen/ pus pada aspirasi tulang yang teinfeksi; (2) kultur bakteri dari tulang atau darah menunjukkan hasil positif; (3) ditemukannya tanda-tanda klasik lokal berupa nyeri tekan pada tulang , dengan jaringan lunak yang eritem atau udem; (4) pemeriksaan radiologi menunjukkan hasil yang positif, berupa gambaran udem pada jaringan lunak diatas tulang setelah 3-5 hari terinfeksi.1,4 Pada minggu kedua gambaran radiologi mulai menunjukkan destruksi tulang dan reaksi periosteal pembentukan tulang baru.7

2.7.2. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan sellulitis. Setelah minggu pertama terutama bila manifestasi sistemik tertutup oleh antibiotik dan pada foto roentgen didapati gambaran rarefaksi di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal, maka granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma merupakan diagnosis banding.7

Penyakit lain bisa menyerupai osteomyelitis akut. Artritis reumatoid juvenilis akut, demam reumatik akut, lekemia, artritis septik akut, scurvy dan sarkoma Ewing, semuanya bisa menampilkan gambaran klinis serupa. Pemeriksaan cermat pada ekstremitas diperlukan untuk melokalisasi nyeri pada tingkat metafisis dibandingkan sendi dalam membedakan osteomyelitis metafisis dengan artritis piogenik akut. Demam reumatik akut dan artritis reumatoid juvenilis bisa melibatkan beberapa sendi. Osteomyelitis hematogen dalam dewasa tak lazim terjadi dan menimbulkan gambaran klinis osteomyelitis yang kurang dramatik.2

2.7.3. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa destruksi sendi, fraktur, abses tulang, sellulitis, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, pelepasan implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak dan osteomyelitis kronik.4,7

2.7.4. Penatalaksanaan
Setelah penilaian awal, riwayat yang mendasari penyakit dan penentuan etiologi mikrobiologi dan kepekaannya, penatalaksanaan meliputi terapi antimikroba, debridemen, dan jika perlu stabilisasi tulang. Pada kebanyakan pasien dengan osteomyelitis, terapi antibiotik menunjukkan hasil yang maksimal. Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai. Untuk megurangi biaya pemberian antibiotik secara oral dapat dipertimbangkan. Pada Anak-anak dengan osteomyelitis akut harus diberi terapi antibiotik secara parenteral selama 2 minggu sebelum diberikan per oral.1

Osteomyelitis hematogen akut harus diterapi segera. Biakan darah didapatkan dan antibiotik intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena staphylococcus merupakan organisme penyerang tersering, maka antibiotik yang dipilih harus mempunyai spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah kemudian negatif, maka aspirasi subperiosteaum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat bisa diperlukan. Pasien diberikan istirahat baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, antipiretik diberikan untuk demam dan ektremitas dimobilisasi dalam gips dua katup, yang memungkinkan inspeksi harian. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian terapi antibiotik. Jika timbul kemunduran, maka diperlukan intervensi bedah.2 Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan meliputi; (a) adanya abses; (b) rasa sakit yang hebat; (c) adanya sekuester, dan ; (d) bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid). Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pascabedah.5

Setelah kultur dilakukan, terapi empiris parenteral antibiotik regimen nafcillin dengan cefotaxime atau cefriaxone merupakan terapi awal klinik dari bakteri yang dicurigai. Setelah diketahui hasil kultur regimen antibiotik disesuaikan.1 Pada Osteomyelitis hematogen, agen penginfeksi meliputi S aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Terapi primer adalah kombinasi penicillin sintetik yang resisten terhadap penicillinase dan generasi ke-tiga cephalosporin. Terapi alternatif yaitu vancomycin atau clindamycin dan generasi ke-tiga cephalosporin.4

Terapi bedah osteomyelitis adalah insisi dan drainase. Pendekatan bedah tergantung pada lokasi dan luas infeksi serta harus memungkinkan untuk drainase selanjutnya bagi luka. Korteks di atas abses intramedula dilubangi serta debris nekrotik disingkirkan dengan kuretase manual dan irigasi bilas pulsasi. Harus hati-hati untuk menghindari lempeng fiseal berdekatan. Luka dibalut terbuka untuk memungkinkaaan drainase dan ekstremitas dimobilisasi dalam gips. Antibiotik intravena diteruskan selama minimum 2 minggu dan bisa diperlukan selama 6 minggu, tergantung pada organisme dan kerentanannya terhadap antibiotik.2 Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai.1

Luka dibalut pada interval teratur dan dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder atau ditutup dengan cangkok sebagian ketebalan kulit, bila jaringan granulasi adekuat telah berkembang. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Pemulaian aktivitas penuh tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Dalam infeksi luas, kelemahan nantinya akibat hilangnya tulang bisa menyebabkan fraktur patologi.2

Osteomyelitis direct/ eksogen akut diterapi sama seperti osteomyelitis hematogen akut. Organisme penyebab biasanya lebih dikenali dengan biakan luka daripada biakan darah. Debridemen luka yang adekuat diperlukan, seperti juga terapi antibiotik yang dipilih atas dasar sensitivitas bakteri. Dalam beberapa kasus, luas penyakit dan virulensi organisme yang terlibat menghalangi pembasmian akhir infeksi ini. Bisa timbul saluran sinus kronis, dan osteomyelitis kronis bisa menetap selama beberapa tahun.2

Pada pasien dengan osteomyelitis yang berhubungan dengan trauma, agen penginfeksi meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa. Antibiotik yang utama adalah nafcillin and ciprofloxacin. Obat alternatif meliputi vancomycin dan generasi ke-tiga cephalosporin dengan aktivitas antipseudomonal.4

2.8. Osteomyelitis kronik
Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang menjadi osteomyelitis kronik.7 Osteomyelitis subakut dan kronik biasanya terjadi pada dewasa. Umumnya, infeksi tulang ini merupakan sekunder dari luka terbuka, sangat sering berupa luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.1

2.8.1. Diagnosa
Nyeri tulang yang terlokalisir, eritem dan drainase sekitar daerah luka sering tampak. Tanda-tanda utama (kardinal) dari osteomyelitis subakut dan kronik meliputi timbulnya saluran sinus, deformitas, instabilitas dan tanda lokal dari vaskularisasi yang rusak, keterbatasan gerak dan gangguan neurologis. Insidensi infeksi dalam muskuloskletal dari fraktur terbuka dilaporkan lebih dari 23 persen. Faktor pasien, seperti altered neutrophil defense, imunitas humoral dan sel penyedia imunitas, dapat meningkatkan resiko osteomyelitis.1

Pada foto didapat gambaran sekuester dan pembentukan tulang baru.7 Foto radiologi memperlihatkan gambaran osteolisis, reaksi periosteum dan sekuester (bagian tulang yang nekrosis yang terpisah dari tulang yang masih hidup oleh jaringan granulasi).1
Perubahan arsitektur tulang tergantung pada stadium, luasnya dan kecepatan kemajuan penyakit. Kerusakan tulang dapat menciptakan daerah radiolusen yang difus. Nekrosis tulang yang terlihat sebagai daerah dengan peningkatan densitas, sebagian disebabkan oleh meningkatnya absorbsi kalsium dari tulang yang mempunyai vaskularisasi didekatnya. Involukrum dan pembentukan tulang yang mempunyai respon penyembuhan dapat dikenali dibawah periosteum atau di dalam tulang tersebut. Tulang baru subperiosteal dapat terlihat sebagai suatu pola lamellar. Resobsi progresif dari tulang sklerotik dan penyembuhan kembali pola trabekular yang normal juga memberikan kesan adanya penyembuhan.3

2.8.2. Diagnosis Banding
Osteomyelitis kronik harus dibedakan dari tumor benigna dan maligna, dari displasia bentuk-bentuk tulang, dari fatigue fraktur dan dari infeksi spesifik.3


2.8.3. Komplikasi
Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya infeksi dengan eksaserbasi akut. Infeksi yang terus-menerus akan menyebabkan anemia, penurunan berat badan, kelemahan dan amiloidosis. Osteomyelitis kronik dapat menyebar ke organ-organ lain. Eksaserbasi akut dapat dipersulit oleh efusi hebat ke dalam sendi di dekatnya atau oleh arhtritis purulenta. Erosi terus-menerus dan kerusakan tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang yang kadang-kadang menyebabkan fraktur patologis. Sebelum penutupan epifiseal, osteomyelitis dapat menimbulkan pertumbuhan berlebihan dari tulang panjang akibat hiperemia kronis pada lempeng pertumbuhan. Destruksi fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat menimbulkan pertumbuhan yang asimetrik. Jarang-jarang setelah terjadi drainase selama bertahun-tahun pada jaringan yang terus-menerus terinfeksi timbul karsinoma sel skuamosa atau fibrosarkoma.3

2.8.4. Penatalaksanaan
Osteomyelitis kronik lebih sukar diterapi, terapi umum meliputi pemberian antibiotik dan debridemen. Tergantung tipe osteomyelitis kronik, pasien mungkin diterapi dengan antibiotik parenteral selama 2 sampai 6 minggu. Meskipun, tanpa debridemen yang adekuat, osteomyelitis kronik tidak berespon terhadap kebanyakan regimen antibiotik, berapa lama pun terapi dilakukan.1

Pada osteomyelitis kronik dilakukan sekuestrasi dan debridemen serta pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Debridemen berupa pengeluaran jaringan nekrotik di dinding ruang sekuester dan penyaliran.7 Debridemen pada pasien dengan osteomyelitis kronik membutuhkan teknik. Kualitas debridemen merupakan faktor penting dalam kesuksesan penanganan. Sesudah debridemen dengan eksisi tulang, perlu menutup dead-space yang dibentuk oleh jaringan yang diangkat. Managemen dead-space meliputi mioplasti lokal, transfer jaringan bebas dan penggunaan antibiotik yang dapat meresap.1

Pada fase pascaakut, subakut, atau kronik dini biasanya involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang menjadi sekuester. Karena itu ekstremitas yang terkena harus dilindungi dengan gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridemen serta sekuestrektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. Selama menunggu pembedahan dilakukan penyaliran nanah dan pembilasan.7

2.9. Pencegahan
Osteomyelitis hematogen akut dapat dihindari dengan pencegahan dari kontaminasi bakteri pada tulang dari tempat yang jauh. Ini meliputi diagnosis yang sesuai dan terapi primer infeksi bakteri.
Osteomyelitis direct/ eksogen dapat dicegah dengan manajemen luka yang baik dan pemberian antibiotik profilaksi pada saat terjadinya luka.4

2.10. Prognosis
Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan diagnosis dini dan terapi yang agresif.4
Pada osteomyelitis kronis kemungkinan kekambuhan infeksi masih besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak komplitnya pengeluaran semua daerah parut jaringan lunak yang terinfeksi atau tulang nekrotik yang tidak terpisah.3

DAFTAR PUSTAKA

1.Carek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2001, Diagnosis and Management of Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians.
2.Sabiston D.C., 1994, Buku Ajar Bedah ,Bagian 2, Penerbit EGC, Jakarta.
3.Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.
4.King R., 2004, Osteomyelitis, eMedicine.com, Inc.
5.Mansjoer S., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta.
6.Sjamsuhidajat R., Jong W.D., 1998, Buku-Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta.
7.Kisworo B., 1995, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 45, No. 5.

Kanker Ganas Payudara



TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri dengan batas-batas sebagai berikut:
1.Batas-batas payudara yang tampak dari luar:
Superior : Costa II atau III
Inferior : Costa VI atau VII
Medial : Pinggir sternum
Lateral : Garis aksilaris anterior
2.Batas-batas payudara yang sesungguhnya:
Superor : Hampir sampai klavikula
Medial : Garis tengah
Lateral : M. Latissimus dorsi
Payudara terdiri dari parenkhim epithelial, lemak, pembuluh darah, syaraf, saluran getah bening, otot dan fascia. Parenkhim epithelial di bentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus. Jumlah lobus tidak berhubungan dengan ukuran payudara. Setiap lobus terbuat dari ribuan kelenjar kecil yang disebut alveoli atau acini. Kelenjar ini bersama-sama membentuk sejumlah gumpalan, mirip buah anggur yang merambat.
Alveoli menghasilkan susu dan substansi lainnya selama masa menyusui. Setiap acini lobulus memberikan makanan kedalam pembuluh darah tunggal lactiferous yang mengalirkannya ke puting susu. Sebagai hasilnya, terdapat 15-20 saluran puting susu yang mengakibatkan banyak lubang pada puting susu. Dibelakang puting susu pembuluh lactiferous agak membesar sampai membentuk penyimpanan kecil yang disebut lactiferous sinuses. Lemak dan jaringan penghubung mengelilingi acini-acini jaringan kelenjar. Payudara dibungkus oleh fascia pektoralis superficialis dimana permukaan anterior dan posterior di hubungkan oleh ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga, pemberi bentuk pada payudara dan keelastisannya.

Vaskularisasi payudara berasal dari cabang-cabang perforantes A. mamaria interna, rami pektoralis mayor, A. thorako-akrimialis, A. thorakalis lateralis, A. thorakodorsalis. Selain itu vena pada payudara berasal dari cabang-cabang perforantes v. mammaria interna, cabang-cabang v. aksilaris dan vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis.. Sistem limfatik payudara terdiri dari pembuluh getah bening aksila, mamaria interna, dan didaerah tepi medial kwadran medial bawah payudara.
Gambar 1: kelenjar limfonodi pada mammae

Fisiologi payudara
Saat kehamilan mempersiapkan payudara untuk menyusui, hal tersebut tidak memicu produksi susu. Selama masa kehamilan, payudara biasanya menjadi lebih besar seiring dengan meningkatnya jumlah dan ukuran kelenjar alveoli sebagai hasil dari peningkatan kadar estrogen. Hal ini terjadi sampai seorang bayi telah disusui untuk beberapa hari di mana produksi susu yang sebenarnya dimulai.

Untuk beberapa hari pertama payudara mengeluarkan kolostrum yang sangat penting bagi kesehatan seorang bayi. Ketika seorang bayi mulai menyusui pada puting seorang wanita, hasil perangsangan fisik menyebabkan impuls. Impuls pada ujung saraf dikirim ke kelenjar Hypothalamus di otak di mana secara bergantian memberitahu kelenjar Pituitary yang juga berada di otak untuk menghasilkan dua hormon yang disebut Oxytocin dan Prolactin. Prolactin menyebabkan susu diproduksi dan Oxytocin menyebabkan serat otot yang mengelilingi kelenjar Alveoli mengerut seperti pada otot rahim. Saat serat otot di sekeliling kelenjar alveoli berkerut menyebabkan susu menjadi keluar yang disebut sebagai "aliran" dan dapat menimbulkan sensasi dalam payudara dan menyemprotkan susu dari putingnya.

Suara tangisan bayi juga dpat memicu aliran, yang memperlihatkan bagaimana produksi susu dapat dipengaruhi secara psikologi dan kondisi lingkungan sama seperti saat menyusui. Saat menyusui, foremilk, disimpan dalam alveoli dan lactiferous sinuses akan tetapi kebanyakan dari susu, hindmilk, diproduksi berdasarkan permintaan. Payudara tidak menyimpan susu, tetapi memproduksinya berdasarkan permintaan. Semakin besar permintaan, semakin banyak susu yang diproduksi.

2.2. Definisi
Karsinoma payudara adalah karsinoma yang berasal dari kelenjar, jaringan areola dan puting payudara. Ini adalah neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya dan tumbuh infiltratif, destruktif dan dapat bermetastase. Tumor ini tumbuh progresif dan relative cepat membesar.
2.3. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui secara pasti. Namun beberapa faktor risiko pada pasien di duga berhubungan dengan kejadian kanker payudara:
a. Keluarga
Dari epidemiologi tampak bahwa kemungkinan untuk menderita kanker payudara dua kali sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandunganya menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandung itu menderita kanker bilateral atau pramenopause.
b. Usia
Seperti pada banyak jenis kanker , insidens menurut usia naik sejalan dengan bertambahnya usia. Biasanya kanker ini ditemukan pada umur 40-49 tahun.
c. Hormon
Pertumbuhan kanker payudara sering di pengaruhi oleh perubahan keseimbangan hormon. Hal ini terbukti pada hewan coba dan pada penderita karsinoma mamma. Perubahan pertumbuhan tampak setelah penambahan atau pengurangan hormone yang merangsang atau menghambat pertumbuhan karsinoma mamma. Menarke yang cepat dan menopause yang lambat ternyata di sertai peninggian resiko. Risiko terhadap karsinoma mamma lebih rendah pada wanita yang mekahirkan anak pertama pada usia lebih muda. Laktasi tidak mempengaruhi risiko.

d. Diit
Terutama diit yang banyak mengandung lemak. Karsinogen : terdapat lebih dari 2000 karsinogen dalam lingkungan hidup kita. Konsumsi alkohol tampaknya juga ada hubungannya dengan kenaikan resiko kanker payudara (1,5 sampai 2 kali).
e. Berat badan-Obesitas.
Menunjukkan hubungan khusus dengan kanker payudara, pada penelitian obesitas mempunyai resiko yang cukup signifikan untuk mendapatkan kanker payudara.
f. Virus
Ini terbukti pada kera, tapi perannya sebagai faktor penyebab pada manusia belum dapat di pastikan
g. Radiasi daerah dada
Ini sudah lama di ketahui karena radiasi dapat menyebabkan mutagen.
h. Wanita yang pernah menjalani operasi tumor payudara jinak.
Wanita yang pernah menjalani operasi tumor atypical epithelial hyperplasia mempunyai resiko 4-5 kali lebih tinggi mendapatkan kanker payudara di bandingkan dengan wanita yang tidak mengalami proliferatife change. Wanita yang pernah di operasi dengan suatu kista, fibroadenoma, duktal papiloma, sclerosis adenosis dan moderate epithelial hyperplasia mempunyai resiko 11/2-3 kali untuk mendapatkan kanker payudara.
i. Kontrasepsi oral
Pada penelitian pada kelompok kontrol yang mengikuti program kontrasepsi oral tidak menunjukkan resiko kanker payudara yang signifikan, walaupun begitu penggunaan kontrasepsi oral pada usia 15-25 tahun tidak di anjurkan karena menurut kepustakaan resiko relatif untuk mendapatkan kanker payudara lebih tinggi daripada bila kontrasepsi ini digunakan wanita diatas 35 tahun.
j. Hormon Replacement Therapy (HRT).
Pemberian HRT cenderung meningkatkan resiko kanker payudara bla tidak dilakukan pengawasan ketat terhadap kadar hormon estrogen dan progesterone.

2.4. Patofisiologi Karsinoma mamma
Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel abnormal yang terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Payudara adalah suatu kelenjar khusus yang terbentuk pada pasca pubertas di luar dari duktus rudimentary yang bersumber dari putting susu. Jaringan payudara merespon terhadap hormone estrogen dan progesterone pada siklus menstruasi. Epitel payudara normal memiliki reseptor estrogen dan progesterone. Komplek hormone estrogen dan progesteron reseptor di teruskan beritanya kedalam inti sel dan hormone akan memerintahkan gen yang berakibat pada pembelahan sel dan sintesis reseptor progesterone.
Letak kesalahan yang menyebabkan terjadinya kanker payudara terjadi pada gen BRCA1 pada kromosom 17q dan BRCA 2 pada kromosom 13q. Kedua gen tersebut berfungsi menekan abnormalitas dan pertumbuhan sel . Jika kedua gen itu mengalami mutasi , maka akan terjadi perubahan –perubahan bentuk, ukuran maupun fungsinya, sebagaimana sel tubuh yang asli. Akibatnya sel tubuh akan berproliferasi secara berlebihan dan tidak mengikti aturan normal.
Mutasi gen ini di picu oleh keberadaan suatu bahan asing yang masuk kedalam tubuh kita, diantaranya pengawet makanan, vetsin, radioaktif, oksidan, atau karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah. Tetapi yang terakhir ini sangat jarang terjadi karena secara alamiah tubuh kita mampu menetralkan zat karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh.
Bersama aliran darah dan limfe, sel-sel kanker dan racun–racun yang dihasilkannya dapat menyebar keseluruh tubuh seperti di tulang, paru-paru dan hepar tanpa di sadari oleh penderita.

Metastasis tumor ganas payudara
Metastasis tumor ganas payudara dapat terjadi melalui dua jalan
1.metastasis melalui sistem vena:
Metastasis melalui sistem vena akan menyebabkan terjadinya metastase ke paru-paru dan organ lain. Akan tetapi dapat pula terjadi metastasis ke vertebrata secara langsung, melalui vena-vena kecil yang bermuara ke v. Interkostalis yang kemudian akan bermuara ke dalam v. Vertebralis . V. Mamaria interna merupakan jalan utama metastasis tumor ganas payudara ke paru-paru melalui sistem vena.
2. metastasis melalui sistem limfe:
a. Metastasis ke kelenjar getah bening aksila
Metastasis ke kelenjar getah bening sentral ( central nodes)
Metastasis ke kelenjar getah bening interpektoral (Rotter’s nodes)
Metastasis ke kelenjar getah bening subklavikula
Metastasis ke kelenjar getah bening mammaria eksterna

b. Metastasis ke kelenjar getah bening supraklavikula
c. Metastasis ke kelenjar getah bening mammaria interna
d. Metastasis ke hepar
2.5. Jenis karsinoma mammae
Klasifikasi histopatologis menurut WHO (1990)
-Karsinoma non invasif: karsinoma intraduktus, karsinoma intralobuler.
-Karsinoma invasif : karsinoma duktus invasif, karsinoma duktus invasif dengan predominan komponen intraduktus.
-Karsinoma lobuler invasif : karsinoma tubuler, meduler, papiler, mukoid, adenoid kistik, apokrin, sel skuamosa.
-Karsinoma paget


2.6. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal tidak ada keluhan sama sekali hanya seperti fibroadenoma atau fibrokistik disease yang kecil saja. Bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, permukaan tidak rata, konsistensi padat keras.
Pada stadium yang lebih lanjut dapat menimbulkan kelainan pada kulit berupa infiltrasi, retraksi puting susu melekat pada kulit, seperti kulit jeruk ( peaue de’orange), benjolan kecil di kulit ( satelit nodul) sampai dapat di jumpai ulserasi atau basah di atas tumor , discharge dan lain sebagainya. Dapat bermetastasis jauh ke paru-paru, hepar, tulang dan lain-lain dengan segala macam akibatnya sampai pada yang fatal.

2.7. Stadium Klinis
Stadium karsinoma payudara di tentukan berdasarkann klasifikasi internasional yang disusun dalam sistem TNM, yaitu:
T: menunjukkan kondisi tumor primer, antara lain diameter dan kondisi kulit yang menutupi tumor.
N: penilaian terhadap kemugkinan adanya metastasis pada kelenjar getah bening regional.
M: menggambarkan metastasis pada organ lain, antara lain: paru-paru, hati, tulang dan otak

Klasifikasi Penyebaran TNM:
T
TX : tumor primer tidak dapat ditentukan
TIS : karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
TO : tidak ada bukti adanya tumor primer
TI : tumor <> 5 cm
T4 : tumor dengan penyebaran langsung ke dinding toraks atau ke kulit dengan tanda udem, tukak, peau atau de’ orange.
N
NX :kelenjar regional tidak dapat di tentukan
NO : tidak teraba kelenjar aksiler
N1 : teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat
N2 : teraba kelenjar aksila yang homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya
N3 : terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
M
MX : tidak dapat di tentukan metastasis jauh
MO : tidak ada metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh termasuk kelenjar supraklavikuler


Stadium TNM Karsinoma Payudara, UICC 2003

Stadium I Tia NoN1a Mo :Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang, tak terfiksir pada kulit atau pektoral tanpa di duga ada metastasis aksila.
Stadium II ToT1aT1b N1b Mo :Tumor dengan diamter 2 cm atau kurang dengan metastasis aksila.
T2aT2b No,N1a Mo :Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang dengan metastasis aksila.
T2aT2b N1b Mo :Tumor dengan diameter 2-5 cm dengan atau tanpa metastasis aksila.
Stadium IIIa T3aT3b NO,N1 Mo :Tumor dengan diameter 5 cm dengan atau tanpa metastasis aksila.
T1a,bT2a,b N2 Mo :Tumor dengan diameter cm dengan atau tanpa metastasis aksila
T3a,b :Tumor dengan metastasis aksila yang melekat.
Stadium IIIb T1a,bT2a,b N3 Mo :Tumor dengan metastasis infra atau supraklavikula.
T3a,b :Tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding thoraks.
T4a,b N apa saja Mo:Tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding thoraks.
Stadium IV Tapapun N apapun Mo:Tumor metastasis jauh

2.8. Penegakan Diagnosis
Untuk sampai pada diagnosis payudara di perlukan:
a. Pemeriksaan yang baik, meliputi:
1. Anamnesis yang lengkap:
Mengenai keluhan-keluhan
Perjalanan penyakit
Keluhan tambahan
Faktor-faktor resiko tinggi
Tanda umum keganasan yang berhubungan berat badan dan nafsu makan
2. Pemeriksaan fisik yang sistematis dan legeartis
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Pemeriksaan Histopatologi
1. Anamnesis
Keluhan utama penderita dapat berupa massa tumor di payudara, terasa sakit, cairan dari puting susu, retraksi puting susu, adanya ekzema di sekitar areola, keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi, atau adanya peaue de’orange, atau keluhan pembesaran kelenjar getah bening aksila atau tanda metastasis jauh.
Adanya tumor di tentukan sejak beberapa lama, cepat atau tidak membesar, disertai sakit atau tidak. Biasanya tumor pada proses keganasan atau kanker payudara mempunyai ciri dengan batas yang irregular, umumnya tanpa ada rasa nyeri, tumbuh progresif cepat membesar.

2. Pemeriksaan fisik
Karena organ payudara di pengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan saat pengaruh hormonal ini seminimal mungkin, yaitu setelah menstruasi lebih kurang satu minggu dari hari pertama menstruasi. Dengan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti, ketepatan pemeriksaan untuk kanker payudara secara klinis cukup tinggi.
Teknik pemeriksaan
Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka:
1. posisi tegak (duduk)
Penderita duduk dengan tangan bebas ke samping , pemeriksa berdiri di depan dalam posisi yang kurang lebih sama tinggi. Pada inspeksi dilihat: simetri payudara kanan-kiri, kelainan papila, letak dan bentuknya, adakah retraksi puting susu, kelainan kulit, tanda-tanda radang, peaue de’orange, dimpling, ulserasi dan lain-lain.
2. Posisi berbaring
penderita posisi berbaring dan di usahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas lapangan dada. Palpasi ini dilakukan dengan menggunakan falang distal dan falang medial jari II,III,IV dan dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke 2 sampai ke distal setinggi iga ke 6 serta pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil.
3. Menetapkan keadaan tumornya
a. lokasi tumor menurut kwadran di payudara atau terletak didaerah sentral (subareola dan dibawah papil).
b. ukuran tumor, konsistensi, batas-batas tumor tegas atau tidak tegas
c. mobilitas tumor terhadap kulit dan m. Pektoralis atau dinding dada.

4. Memeriksa kelenjar getah bening
a. aksila
Sebaiknya dalam posisi duduk. Pemeriksaan aksila kanan, tangan kanan penderita di letakkan atau jatuhkan lemas di tangan kanan atau bahu pemereiksa dan aksila diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa.yang diraba kelompok kelenjar getah bening:--mamaria eksterna dibagian anterior dan di bawah tepi m. Pektoralis aksila
-subskapularis di posterior aksila
- sentral di bagian pusat aksila
- apikal diujung atas fossa aksilaris
pada perabaan ditentukan besar, konsistensi, jumlah, apakah berfiksasi satu sama lain atau tidak.
5. organ lain yang ikut diperiksa
Organ lain yang di periksa untuk melihat adanya metastasis adalah hepar, lien, tulang belakang dan paru. Metastasis jauh dapat bergejala sebagai berikut:
-otak: nyeri kepala, mual, muntah.
-paru: efusi, sesak nafas.
-hati: kadang tanpa gejala, massa ikterus obstruksi.
-tulang: nyeri, patah tulang.
3. Pemeriksaan Penunjang
Mammografi
Suatu teknik pemeriksaan soft tissue teknik. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan skunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, mikrokalsifikasi. Tanda-tanda skunder berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi papilladan areola dan adanya bridge of tumor, keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglanduler tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang mamae dan adanya metastasis ke kelenjar.

Mammografi ini dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening.
USG
USG terutama berperan untuk payudara yang padat, yang biasanya ditemukan pada wanita muda. USG juga bermanfaat dalam membedakan jenis tumor solid atau kistik, biasanya di temukan kista sebesar 1-2 cm.
CT Scan
Tidak banyak berperan pada kanker payudara, karena selain radiasi yang besar juga relative biaya mahal. Hanya bermanfaat pada lesi yang dalam atau deep situation menempel pada chest wall dimana pemeriksaan dengan USG maupun mammo agak sulit memperkirakan besarnya.
MRI
Tidak banyak berperan pada kanker payudara, kecuali pada golongan resiko tinggi dengan:1. extremely dense breast
2. mencari kemungkinan occult breast Ca
tetapi sayang sekali dengan MRI ini tidak bisa melihat mikrokalsifikasi yang merupakan stadium paling dini dari breast Ca .

4. Pemeriksaan Histopatologi Kanker Payudara
Bahan pemeriksaan diambil dengan cara:
1)Eksisional biopsi, dengan mengangkat seluruh jaringan tumor beserta sedikit jaringan sehat disekitarnya bila tumor <5cm,kemudian cyclophospamide="100" methotrexate="40" 5fluourasil="600" cyclophospamide="100" adriamycin="50mg/m" 5fluourasil="600"> 20 tahun: melakukan sadari tiap bulan
Wanita 20-40 tahun: tiap 3 tahun memeriksakan diri ke dokter.
Wanita > 40 tahun: tiap 1 tahun
Wanita 35-40 tahun: dilakukan mamografi
Wanita <> 50 tahun: kalau bisa mamografi tiap tahun.
Wanita dengan riwayat keluarga (+) memerlukan pemeriksan fisik oleh dekter lebih sering dan pemeriksaan mamografi rutin atau periodik sebelum usia 50 tahun.

Teknik SADARI
1.Berdiri di depan cermin dengan badan bagian atas terbuka (dada terbuka).
Lengan kebawah: bandingkan payudara kanan dan kiri, besarnya dan simetrinya.
Puting susu: dilihat sama besar atau tinggi atau bentuknya.
Lengan diatas kepala: seperti tangan dibawah. Kadang-kadang dalam gerakan lengan keatas dapat dilihat bayangan tumor dibawah kulit ikut bergerak.

2.Berbaring
Sebaiknya bagian payudara yang diperiksa misalnya, kanan, bahu kanan diganjal sedikit dengan bantal agar semua payudara jatuh rata diatas lapangan dada. Demikian juga untuk yang sebelahnya. Dengan jari-jari II-IV bagian tengan dankaudal dilakukan perabaan seluruh payudara secara sistematis; dari atas kebawah dari pusat(papila) ketepi. Jika meraba adanya tumor atau kelainan secepatnya konsultasi ke dokter. Untuk wanita diatas 40 tahun dianjurkan untuk tidak lupa memeriksakan ini tiap bulan.
Pemeriksaan mamografi dapat dilakukan untuk mengetahui kasus dini dengan melakukan mass screening. Dengan mamografi dapat dideteksi lesi-lesi kecil 2-4 mm yang secara klinis tidak bisa di ketahui. Namun pemeriksaan lesi untuk suatu mass screening memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan hasil yang didapat. Oleh karena itu mamografi dianjurkan pada wanita yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk menemikan lesi-lesi atau tumor kecil.

pencegahan
Ada langkah-langkah tertentu yang setiap wanita dapat lakuka untuk membantu mengurangi kemungkinan berkembangnya kanker payudara. Berikut cara-cara yang dapat membantu pencegahan kanker payudara:
a)Kesadaran akan payudara itu sendiri, lakukan pemeriksaan payudara sendiri tiap bulan.
b)Berikan ASI pada bayi
c)Jika menemukan benjolan, segera ke dokter
d)Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga
e)Hindari konsumsi alkohol dan rokok
f)Perhatikan berat badan
g)Olahraga secara teratur
h)Kurangi makanan berlemak
i)Jika lebih dari 50 tahun lakukan screening payudara secara teratur
j)Hindari terlalu banyak terkena sinar x dan radiasi lainnya
k)Atasi stres dan rileks.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif M, 2OOO, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, jilid 2, Media Aesculapius, FK UI: Jakarta
Manning, Delp, 1996, Major Diagnosis Fisik, Edisi Revisi, EGC : Jakarta
Schwartz, 2000, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi VI, EGC: Jakarta
Schwartz, 2005, Principles of Surgery, The McGraw Hill Company, USA
Sjamsuhidayat R; Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi, EGC: Jakarta
Staf &Karyawan, Bag/SMF Ilmu Bedah, 2004, Indonesian Issues on Breast Cancer I, FK UNAIR: Surabaya
Van de Velde; dkk, 1996, Onkologi, Edisi V, Revisi, Gajah Mada University Press: Yogyakarta
http://www.iptek.net.id/ind/cakrawala/cakrawala_idx.php?id=penyakit11.htm
http://www.vision.net.id/detail.php?id=1921
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0509/16/kesehatan/2052709.htm

http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0304_kankerpayudara.htm

http://bima.ipb.ac.id/~anita/kanker_payudara.htm