Orang Terkaya Indonesia versi Forbes



Sejumlah pengusaha kaya ikut terjun ke politik. Di tengah bergiat di dunia politik, para pengusaha ini tetap bisa mengembangkan bisnisnya. Hasilnya, kekayaan mereka tetap melonjak. Aburizal Bakrie yang paling tajir, karena kekayaannya bertambah dari US$ 850 juta menjadi US$ 2,5 miliar. Dia tetap masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Sementara Murdaya Poo masih tetap masuk dalam daftar, sedangkan Jusuf Kalla (JK) terlempar.

Daftar 40 orang terkaya Indonesia tahun 2009 ini dikeluarkan oleh Forbes. Setiap tahun, Forbes memang melansir orang terkaya Indonesia. Dan dalam rilis, Kamis (3/12/2009), pemilik grup Djarum, Budi dan Michael Hartono masih berada di posisi puncak dengan nilai kekayaan US$ 7 miliar.

Aburizal Bakrie, yang saat ini menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar, naik peringkat. Jumlah kekayaannya juga tambah menjulang. Pada tahun 2008 lalu, pria yang sering disapa Ical itu berada di peringkat 9 dengan kekayaan sebesar US$ 850 juta. Dan pada tahun 2009, Ical berada di urutan ke 4 dengan kekayaan sebesar US$ 2,5 miliar.

Murdaya Poo yang sedang terkena 'musibah' karena baru saja dipecat PDIP dari pengurus DPP PDIP dan anggota DPR, masih masuk dalam daftar 40 orang terkaya, meski peringkat dan jumlah kekayaannya melorot. Pada 2008, Murdaya Poo bertengger di peringkat 10 dengan kekayaan US$ 825 juta, dan pada tahun 2009, suami Hartati Murdaya itu berada di peringkat 20 dengan kekayaan US$ 600 juta.

Anggota DPD 2009-2014 yang juga mantan Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud juga memiliki kekayaan yang cukup luar biasa dan masih masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Pada 2008, Aksa masuk di peringkat 21 dengan kekayaan US$ 260 juta. Dan pada tahun 2009, Aksa berada di peringkat 32 dengan kekayaan US$ 330 juta. Meski kekayaannya melonjak, namun peringkatnya turun.

Namun, tidak semua pengusaha yang terjun ke dunia politik, tetap bisa bertengger dalam 40 orang terkaya di Indonesia. Mantan Wapres RI yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) termasuk dalam jajaran ini. Dia terlempar dari daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Padahal pada tahun 2008, JK masuk di peringkat 29 dengan kekayaan US$ 185 juta.

Berikut daftar 40 orang terkaya versi Forbes:

1. R. Budi & Michael Hartono US$ 7 miliar
2. Martua Sitorus US$ 3 miliar
3. Susilo Wonowidjojo US$ 2,6 miliar
4. Aburizal Bakrie US$ 2,5 miliar
5. Eka Tjipta Widjaja U$S 2,4 miliar
6. Peter Sondakh US$ 2,1 miliar
7. Putera Sampoerna US$ 2 miliar
8. Sukanto Tanoto US$ 1,9 miliar
9. Anthoni Salim US$ 1,4 miliar
10. Soegiharto Sosrodjojo US$ 1,2 miliar
11. Low Tuck Kwong US$ 1,18 miliar
12. Eddy William Katuari US$ 1,1 miliar
13. Chairul Tanjung US$ 99 juta
14. Garibaldi Thohir US$ 930 juta
15. Theodore Rachmat US$ 900 juta
16. Edwin Soeryadjaya US$ 800 juta
17. Trihatma Haliman US$ 750 juta
18. Ciliandra Fangiono US$ 710 juta
19. Arifin Panigoro US$ 650 juta
20. Murdaya Poo US$ 600 juta
21. Hashim Djojohadikusumo US$ 500 juta
22. Kusnan & Rusdi Kirana US$ 480 juta
23. Prajogo Pangestu US$ 475 juta
24. Harjo Sutanto US$ 470 juta
25. Mochtar Riady US$ 440 juta
26. Eka Tjandranegara US$ 430 juta
27. Ciputra US$ 420 juta
28. Hary Tanoesoedibjo US$ 410 juta
29. Sandiaga Uno US$ 400 juta
30. Boenjamin Setiawan US$ 395 juta
31. Alim Markus US$ 350 juta
32. Aksa Mahmud US$ 330 juta
33. Sutanto Djuhar US$ 325 juta
34. Kartini Muljadi US$ 320 juta
35. Soegiarto Adikoesoemo US$ 300 juta
36. George Santosa Tahija & Sjakon George Tahija US$ 290
37. Paulus Tumewu US$ 280 juta
38. Husain Djojonegoro US$260 juta.
39. Bachtiar Karim US$ 250 juta.
40. Kris Wiluan US$ 240 juta. (asy/nrl)
Sumber : www.detik.com

APBD Kukar 2010 : 4.9 Triliun


KutaiKartanegara.com 19/02/2010 22:30 WITA
Banyaknya aspirasi masyarakat yang tak tertampung dalam RAPBD Kutai Kartanegara (Kukar) 2010 membuat sejumlah anggota dewan kecewa berat. Bahkan sehari sebelum Rapat Paripurna Penetapan APBD Kukar, salah seorang Anggota Dewan sempat 'mengamuk' dengan membanting layar televisi lantaran aspirasi yang diperjuangkannya ternyata tak masuk dalam RAPBD 2010.

Kendati dinilai kurang aspirasitif , RAPBD Kukar tahun anggaran 2010 akhirnya tetap dapat diterima seluruh fraksi di DPRD Kukar untuk ditetapkan menjadi APBD dengan nilai Rp 4,986 triliun.


Menanggapi hal itu, Pj Bupati Kukar Sulaiman Gafur dalam Rapat Paripurna DPRD Kukar, Rabu (17/02) malam lalu, mengaku bahwa memang masih banyak aspirasi yang berkembang yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap RAPBD yang disampaikan Pemkab Kukar.


"Kita menyadari dalam proses yang panjang ini masih banyak aspirasi yang dirasakan belum sepenuhnya ditampung dalam RAPBD. Namun demikian, Pemkab Kukar tetap berupaya agar aspirasi-aspirasi yang berkembang saat ini dapat terakomodir, paling tdk sebagian besar yang dijadikan hajat masyarakat, dapat tertampung dalam APBD," ujarnya.


Ditambahkan Sulaiman Gafur, dengan disetujuinya RAPBD menjadi APBD, maka APBD Kukar tahun anggaran 2010 secara keseluruhan berjumlah Rp 4,986 triliun. "Dibandingkan tahun 2009 lalu, jumlah ini mengalami penurunan sebesar Rp 208,39 milyar atau turun 4,02%," ujarnya.


Lebih lanjut Sulaiman Gafur kemudian merincikan APBD 2010 yang terdiri dari Pendapatan Daerah sebesar Rp 4,061 triliun. Komponen pendapatan ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 213,11 milyar, Bagian Dana Perimbangan sebesar Rp 3,647 triliun serta Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp 201,158 milyar.


Sedangkan untuk komponen Belanja, lanjut Sulaiman, mencapai Rp 4,769 triliun yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 1,58 triliun dan Belanja Langsung sebesar Rp 3,189 triliun.


"Untuk Belanja Tidak Langsung terdiri dari Gaji sebesar Rp 928,86 milyar, Subsidi Pendidikan sebesar Rp 92,16 milyar, Dana Hibah sebesar Rp 274,9 milyar, Bantuan Sosial Rp 101,64 milyar serta Alokasi Dana Desa (ADD) dan Penyelenggaran Pemerintahan Desa sebesar Rp 223,36 milyar," ujarnya.


Sedangkan Belanja Langsung terdiri dari belanja di tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan total anggaran sebesar Rp 4,478 triliun.


Setelah ditetapkan dari RAPBD menjadi APBD, tambah Sulaiman lagi, APBD Kukar 2010 akan diserahkan kepada Gubernur Kaltim untuk dievaluasi. "Hingga pada akhirnya mendapat pengesahan menjadi Perda APBD 2010 dan dapat dilaksanakan," katanya. (win)

De Garengeot's Hernia


An 83-year-old woman presented with a 1-week history of an enlarging, painful bulge in the right groin. Examination of the abdomen revealed a diffusely tender and erythematous right-groin mass extending to the right labium (Panel A). The examination was otherwise unremarkable. On exploration of the right groin, an abscess was found and drained, and necrotic tissue was observed within the femoral canal. An infraumbilical abdominal incision was made. The appendix, with a necrotic distal portion (Panel B), was found within the femoral canal. The presence of a vermiform appendix in a femoral hernia sac, termed de Garengeot's hernia, was first described in 1731, which was 5 years before the first reported appendectomy. De Garengeot's hernia is often misdiagnosed as an incarcerated or strangulated femoral hernia. It is distinct from Amyand's hernia, in which the appendix is within an inguinal hernia sac. In this case, we performed an open appendectomy, and the hernia was primarily closed. Full wound closure was noted during a follow-up visit.


Geographic Tongue



A 61-year-old man was referred for treatment of painless white lesions on his tongue that had appeared 1 month earlier. He had been treated with topical and systemic antifungal drugs for presumed oral candidiasis, but the lesions remained unchanged. The patient reported that a similar episode 1 year earlier had resolved spontaneously. Lingual examination revealed multiple erythematous patches with an annular, well-demarcated white border. A diagnosis of geographic tongue was made. Geographic tongue (benign migratory glossitis) is a benign inflammatory condition that affects approximately 2% of the world's population. The classic manifestation is a maplike distribution of erythema caused by atrophy of the filiform papillae of the tongue, surrounded by a white hyperkeratotic rim. The lesions typically resolve spontaneously without sequelae but can develop quickly in other areas of the tongue.



Hydropneumothorax

A 47-year-old man with a history of cirrhosis associated with alcohol abuse presented with a 2-day history of shortness of breath. Before this symptom developed, he had been treated with repeated thoracentesis of the right side for cirrhosis-associated hydrothorax. On pulmonary examination, breath sounds were absent on the right side, and a succussion splash was audible in the right upper chest when the patient was gently shaken. Chest radiography showed hydropneumothorax with a collapsed right lung and an adjacent thoracic air–liquid level, which was probably the result of repeated thoracentesis. The patient was treated with chest-tube placement and diuretics. An analysis of the pleural effusion revealed transudative fluid without evidence of infection or cancer. The chest drain was removed 1 week later, after reexpansion of the lung.



Cutaneous Larva Migrain


A 42-year-old man presented with a 1-week history of intensely pruritic eruption on the dorsum of his right foot. He had gone for a barefoot stroll on the beach a few days before the onset of the rash. The lesion progressed daily, despite the application of antibacterial lotion to the eruption. The physical examination revealed serpiginous, erythematous raised tracts with bulla formation, findings that are clinically diagnostic of cutaneous larva migrans (Panel A). Cutaneous larva migrans is caused by the migration of hookworm larvae in human skin. It is most commonly caused by the hookworm that infects dogs and cats. The parasite's eggs are passed from animal feces into warm, moist soil or sand, where the larvae hatch. Transmission occurs when skin comes in direct contact with contaminated soil or sand. In humans, the larvae are unable to penetrate the basement membrane to invade the dermis, so disease remains limited to the epidermis. Cutaneous larva migrans is self-limited, though effective anthelmintic treatment (with thiabendazole, albendazole, mebendazole, or ivermectin) can diminish symptoms and shorten the duration of disease. Proper footwear is the key to preventing this condition. Two weeks after a course of albendazole, the patient's lesions showed signs of healing, with areas of desquamation and hyperpigmentation (Panel B).