Kekayaan Tak Akan Bisa Membeli Kebahagiaan




Pak Handoyo adalah seorang pengusaha paling kaya nomor 2 di kotanya. Pak Handoyo selalu mengajarkan pada keluarganya untuk menabung dan tidak boros. Meski mereka keluarga kaya, namun harus tetap bisa bijaksana dalam menggunakan uang dan harta yang mereka miliki.

Kendati begitu, Pak Handoyo tahu bahwa anak-anaknya terlalu sering bergaul dengan teman-teman dari latar belakang yang sama. Oleh karena itu, Pak Handoyo ingin memberi pandangan lain pada anaknya yang mulai remaja itu.

Suatu ketika, saat liburan sekolah tiba, ia mengajak anaknya untuk bepergian ke desa. Ia ingin menunjukkan padanya suasana pedesaan yang jauh berbeda dengan kota yang riuh dan modern. Sang anak pun melihat rumah-rumah penduduk yang sepertinya seukuran dengan garasi mobil ayahnya.


Pak Handoyo mengatakan, "Lihat, Nak. Rumah-rumah ini lebih kecil dari rumah kita. Apakah kamu bisa melihat seberapa kaya mereka?"

Sang anak melihat ke arah pemukiman yang terhampar di hadapannya. "Iya. Kita punya 1 anjing, mereka punya banyak sapi. Kita punya kolam renang, mereka punya sungai yang besar. Kita punya lampu antik di rumah, mereka setiap malam bisa melihat bulan dan bintang," jawabnya.

Kemudian sang ayah bertanya, "Lantas bagaimana?"

Sang anak kembali menjawab, "Saat kita sering beli bahan makanan, mereka menanam dan memanen sendiri. Aku punya mainan, mereka punya teman. Kita dilindungi pagar yang tinggi dan kokoh, mereka punya tetangga yang saling menyapa. Kita punya tetangga yang punya anak seumuran denganku, tapi aku hampir tak pernah bertemu dengan mereka."

Mendengar jawaban ini, sang ayah tersenyum. Sang anak kemudian menyimpulkan, "Terima kasih, Ayah. Kau telah mengajarkan aku bahwa mungkin kita kaya dan punya segalanya, tapi mungkin.. hidup bukan sekedar tentang semua itu."

Sang ayah mengangguk sambil tersenyum, "Bukan uang yang membuat kita bahagia. Tapi kesederhanaan kecil yang mereka miliki yang sebenarnya membuat seseorang bisa bahagia. Teman, keluarga, sosialisasi, keterbatasan, kerja keras, solidaritas, hal-hal seperti ini sebaiknya kau pelajari sejak muda."

"Ayah tak langsung lahir sebagai orang kaya. Ayah ingin kamu belajar bahwa kebahagiaan lebih penting dari semua yang nanti akan ayah wariskan padamu," ujarnya.

Kemapanan memang bisa mencukupi kita. Seringkali kita berusaha keras untuk mencapai kemapanan dan kemakmuran. Namun, hidup tidak selalu mengenai kemapanan.

Sembari mencukupi materi, jangan lupa untuk selalu berbagi dan mengasihi. Hidup akan kosong bila kita hanya memikirkan target kerja dan materi, sementara tak diimbangi dengan tawa bahagia bersama mereka yang kita sayangi.

Note: Artikel ini berasal dari berbagai sumber luar milik orang lain, dan maaf saya tak mencantumkan sumbernya dikarenakan telah lupa & tak tahu akan sumber tersebut.
Semoga pahala amal jariah selalu tercurah kepada pemilik asli yang sudah bersusah payah lagi ikhlas membuat artikel ini. Aamiin. 

KELUHAN SEORANG ISTRI



Ummi : "Abi…belikan Ummi mesin cuci donk…Abi ganteng dech… (merayu mode : ON)"

Abi : "Waduh Ummi…! Mesin cuci bagi Abi masih termasuk barang mewah…Ummi kan tau sendiri, kalau pendapatan Abi masih pas2an untuk memenuhi kebutuhan kita…"

Ummi : (manyun)

Abi : "Tuh kan langsung berubah wajahnya…entar cantiknya hilang lho… Ummi semenjak bergaul dekat dengan tetangga sebelah jadi banyak perubahan, jadi banyak permintaan ke Abi."

Ummi : "Ihh Abi su'udzhan aja! Ummi minta mesin cuci bukan karena terpengaruh tetangga sebelah, tapi lihat nih tangan Ummi…"



Abi : "Hah…? Kenapa dengan tangan Ummi? Gak ada yang berubah…masih tetap dua…"

Ummi : "Jah Abi…jumlahnya memang masih tetap dua, tapi tangan Ummi sudah tidak halus lagi seperti dulu… tangan Ummi sudah berubah jadi kasar…Inilah akibat dari mencuci baju dengan tangan langsung, belum lagi mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus anak-anak sampai mengurus ladang kita…hiks…hiks…"

Abi : "Memang kalau tangan Ummi kasar kenapa?"

Ummi : "Ummi malu…setiap bersalaman dengan teman-teman Ummi, mereka selalu melihat tangan Ummi dan bertanya ada apa, karena tangan mereka tidak sekasar tangan Ummi, tangan mereka halus-halus."

Abi : "Hehehe…Insya Allah nanti Abi berikan yang lebih baik dari mesin cuci, Ummi mau??"

Ummi : "Hah? benarkah Abi??? (girang dengan mata berkaca-kaca)"

Abi : "Benar…Insya Allah…"

Ummi : "Apakah itu Abi? Pembantu buat Ummi??"

Abi : "Bahkan lebih baik dari pembantu…(senyum dengan wajah penuh rahasia)"

Ummi : "Wah…masya Allah…Apa itu Abi? (tambah terharu)"

Abi : "Yaitu…Ucapkanlah setiap selesai sholat fardhu, Subhanallah 10 kali, Alhamdulillah 10 kali, Allahu Akbar 10 kali. Apabila hendak tidur, maka bacalah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali. Hal itu lebih baik bagi Ummi daripada mesin cuci, bahkan dari seorang pembantu."

Ummi : "Itu mah Ummi sudah tahu Abi…(kembali manyun)"

Abi : "Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya? hehehe… Jangan menganggap remeh amalan ini lho…Ummi tahu sebabnya hadits ini ada (asbabul wurud-nya)?"

Ummi : "Belum tahu…apa?"

Abi : "Baik abi ceritakan..Sesungguhnya Fathimah radhiyallahu 'anha (putri Rasulullah shalallahu alaihi wasallam) mengeluhkan tangannya (yang kasar dan sakit) akibat penggilingan (yang digerakkan tangannya). Sedangkan pada saat itu terbetik berita bahwa didatangkan tawanan perang (budak) kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Maka, bertolaklah Fathimah untuk menemui Nabi shalallahu 'alaihi wasallam (dengan maksud bisa meminta budak untuk dijadikan pembantu di rumahnya). Namun, ternyata dia tak bertemu Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Dia bertemu Aisyah radhiyallahu 'anha. Diungkapkanlah apa yang menjadi keinginan hatinya kepada Aisyah. Maka, ketika Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tiba, Aisyah mengabarkan tentang hal itu kepada beliau. Kemudian Nabi shalallahu 'alaihi wasallam mendatangi mereka berdua. Saat ditemui, mereka berdua tengah berbaring di tempat tidur. "Tetaplah kalian di tempat " kata Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Lantas beliau duduk di antara keduanya (Ali dan Fathimah). Kata Ali, "Hingga aku rasakan dinginnya kedua kaki Beliau di perutku." Lalu Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Maukah aku ajari kalian berdua tentang sesuatu yang lebih baik dari (pembantu) yang kalian berdua minta? Apabila kalian berdua telah mendapati tempat pembaringan (menjelang tidur), hendaknya bertakbir (mengagungkan-Nya) 33 kali, bertasbih (menyucikan-Nya) 33 kali, dan bertahmid (memuji-Nya) 33 kali. Maka, itu (semua) lebih baik daripada seorang pembantu.' (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Berkenaan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani menjelaskan, bahwa dengan membiasakan berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla niscaya akan diberikan kekuatan yang lebih besar dibanding kekuatan yang mampu dikerjakan oleh seorang pembantu. Atau (dengan membiasakan berdzikir kepada Allah) akan mempermudah urusan. Sekiranya terjadi seseorang diberi beragam urusan, dengan (dzikir) itu akan lebih memudahkan dibanding diberi seorang pembantu kepadanya. Yang jelas, kandungan hadits di atas memiliki maksud betapa manfaat tasbih (menyucikan Allah) dikhususkan terhadap kampung akhirat, sedangkan manfaat adanya pembantu khusus menggapai (apa yang ada) di dunia saja. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal adanya. (Fathul Bari, Bab 'Amalil Mar`ah fi Baiti Zaujiha, penjelasan hadits no. 5361, 9/484).

Ummi : "Masya Allah.. kisah yang indah sekali…Ummi jadi malu, Ummi mengaku mengikuti Salaf (generasi terbaik terdahulu), namun kepribadian Ummi masih sangat jauh dibandingkan dengan para Salaf."

Abi : "Benar Ummi…Lihatlah Putri Rasulullah, Fathimah radhiyallahu anha, tangan Beliau sampai kasar dan sakit karena harus menarik penggilingan yang berat setiap hari, juga mengambil air dengan qirbah dan dipikulnya hingga membekas di pundaknya, dan menyapu rumah hingga kotor pakaiannya. Suaminya (Ali bin Abi Thalib) adalah orang yang fakir, sehingga tidak dapat mencarikan pembantu yang akan membantu pekerjaan Fathimah yang melelahkan."

Ummi : "Tapi abi…kalau tangan Ummi kasar, Ummi khawatir rasa cinta Abi ke Ummi akan berkurang."

Abi : "Justru Ummi tidak perlu khawatir, dengan beberapa alasan. Pertama, Ummi sudah laku bukan? Sudah jadi Istri Abi. Kalau belum laku, Ummi boleh khawatir. Kedua, Abi malah tambah rasa cinta Abi ke Ummi, bukan malah berkurang, karena itulah bukti dan saksi bahwa Ummi adalah Ibu rumah tangga yang sejati. Kasarnya tangan Ummi bisa dijadikan bukti dan saksi nanti di akhirat -Insya Allah- bahwa Ummi telah melaksanakan tugas-tugas Ummi dengan sebaik-baiknya."

Ummi : "Insya Allah Abi.. (terharu dan mata berkaca-kaca). Tapi Abi janji ya??"

Abi : "Janji apa Ummi?"

Ummi : "Abi tidak mampu beliin Ummi mesin cuci, dan Ummi ridha akan hal itu… tapi Abi juga jangan punya niat untuk ta'addud (poligami) ya? Masak ta'addud mampu,bsedangkan beli mesin cuci tidak mampu?!"

Abi : "Glekk!!…(keselek)"

Sedikit selingan yach.....salam santunku_____^_^
Note: Artikel ini berasal dari berbagai sumber luar milik orang lain, dan maaf saya tak mencantumkan sumbernya dikarenakan telah lupa & tak tahu akan sumber tersebut.
Semoga pahala amal jariah selalu tercurah kepada pemilik asli yang sudah bersusah payah lagi ikhlas membuat artikel ini. Aamiin. 

Sosok Khadijah di akhir zaman


Amanat buat para istri

Pesan isteri ‘Auf bin Muslim Ashaibani kepada puterinya yang akan menikah dengan al Haris bin Amr, raja negeri Kandah.

“Wahai anakku! Kalaulah wasiat ini untuk kesempurnaan adabmu, aku percaya kau telah mewarisi segala-galanya, tetapi ia sebagai peringatan untuk yang lalai dan panduan bagi orang yang menggunakan akal.

Andai kata wanita tidak memerlukan suami karena berasa cukup dengan kedua ibu bapanya, tentu ibumu adalah orang yang paling berasa cukup tanpa suami. Tetapi wanita diciptakan untuk lelaki dan lelaki diciptakan untuk wanita.



Wahai puteriku, Sesungguhnya engkau akan meninggalkan rumah tempat kamu dilahirkan dan kehidupan yang telah membesarkanmu untuk berpindah kepada seorang lelaki yang belum kamu kenal dan teman hidup yang baru.

Kerana itu, jadilah 'hamba' wanita baginya, tentu dia juga akan menjadi 'hamba' lelaki bagimu serta menjadi pendampingmu yang setia. Peliharalah sepuluh sifat ini terhadapnya, tentu ia akan menjadi perbendaharaan yang baik untukmu:

Pertama dan kedua, berkhidmat dengan rasa puas serta taat dengan baik kepadanya.

Ketiga dan keempat, memerhatikan tempat pandangan matanya dan bau yang diciumnya. Jangan sampai matanya memandang yang tidak cantik daripadamu dan jangan sampai dia mencium bau yang busuk daripadamu.

Kelima dan keenam, memerhatikan waktu tidur dan waktu makannya, karena lapar yang berlarutan dan tidur yang terganggu dapat menimbulkan rasa marah.

Ketujuh dan kedelapan, menjaga hartanya dan memelihara kehormatan serta keluarganya. Perkara pokok dalam masalah harta adalah membuat kira-kira dan perkara pokok dalam keluarga adalah pengurusan yang baik.

Kesembilan dan kesepuluh, jangan membangkang perintahnya dan jangan membuka rahasianya. Apabila kamu mengingkari perintahnya, berarti kamu melukai hatinya. Apabila kamu membuka rahasianya kamu tidak akan selamat daripada pengkhianatannya.

Kemudian janganlah kamu bergembira di hadapannya ketika dia bersedih atau bersedih di hadapannya ketika dia berseronok.

Jadilah kamu orang yang sangat menghormatinya, tentu dia akan sangat memuliakanmu.

Jadilah kamu orang yang selalu sekata dengannya, tentu dia akan sangat belas kasihan dan sayang kepadamu.

Ketahuilah, sesungguhnya kamu tidak akan dapat apa yang kamu inginkan sehingga kamu mendahulukan kehendaknya daripada keredaanmu, dan mendahulukan kegembiraannya daripada kesenanganmu, baik dalam hal yang kamu sukai atau yang tidak kamu senangi dan Allah pasti memberkatimu.”

..::Kitab al-Bayan wa'l-Tabyin oleh al-Jahiz::..

Basuhlah Cermin Hati Kita


Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini.

Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.


Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan, atau menganggap remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua hal itu dengan sikap, cibiran bibir, gerakkan badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati. Betapa sering kita melemparkan uang kecil dari balik pagar tinggi rumah kepada para pengemis, atau bahkan lontaran kata "maaf" sambil berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari.

Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi tetap mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang-orang itu, tapi senyum itu tentu akan sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya. Ketahuilah saudaraku, manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa dengan jelas membedakan mana keihklasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan.

Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama-lama dengan orang-orang yang pakaiannya tidak sebagus yang kita kenakan, orang-orang yang menu makannya jauh berbeda secara harga apalagi kandungan gizinya, dengan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan seperti kepunyaan kita, tidak bekerja seperti kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih saat ini.

Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat keberadaan malaikat Allah diantara kita dengan orang-orang itu yang begitu dekat dan melekat. (Nu'man bin Muqrin) berkata: "Bahwasannya ada seorang laki-laki mencaci orang lain disisi Nabi Saw, kemudian orang yang dicaci mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu." Lalu Nabi Saw bersabda: "Ketahuilah bahwasannya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu; setiap kali orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kepadanya: "Tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak terhadap cacian itu; dan jika engkau mengatakan: "Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu", maka malaikat itu berkata: "Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang berhak terhadapnya." ( HR. Ahmad)

Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam hati ini. Tanamilah benih-benih kebajikan dan amal sholeh didasarnya, sehingga menumbuhkan bunga-bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini. Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)

Adakah istri yang tidak cerewet ?


Adakah Istri Yang Tidak Cerewet?

Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah sekaliber Umar bin Khatab pun cerewet.

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?

Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut?



1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.

Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.

Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liuka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.

Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu

4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi, dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.

Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.

..:: Wallahu'alam bisshawab ::..
(From Renungan N Kisah Inspiratif)