Extraordinary Medical Students

Menjadi mahasiswa merupakan proses pematangan jadi diri dari siswa ke peran yang lebih besar lagi menjadi mahasiswa. Awalan kata “maha” merupakan amanah yang besar yang harus dapat dijalankan oleh seorang mahasiswa untuk dapat melakukan perubahan sebagai agent of change. Proses transformasi tersebut menuntut seseorang harus dapat memperbaiki diri dan menata diri untuk dapat mempersiapkan hari esok agar lebih baik. Proses itu dimulai dari proses pembentukan jati diri dan pematangan diri dalam lingkaran pemikiran yang konstruktif. Proses pematangan itu hanya terjadi dalam lingkungan kampus untuk mencetak agent of change.
Dalam dinamika pergerakan kampus kedokteran, terdapat penambahan agar seorang mahasiswa menjadi the real students. Selain agent of change juga terdapat agent of development dan agent of treatment. Kompleksnya permasalahan sosial dalam masyarakat menuntut mahasiswa harus berfikir progresif dan inovatis serta selalu saja mengembangkan kreativitas menuju insane ulil albab yang memiliki dedikasi dan semangat juang yang tinggi.
Mahasiswa kedokteran sebagai pembentuk leader opinion dan sebagai iron stockdalam mampu memberikan solusi atas permasalahan dalam segala bidang khususnya dalam bidang kesehatan. Mahasiswa sebagai iron stock artinya mahasiswa kedokteran harus memiliki visi tangguh dan misi yang kokoh untuk dapat menegakkan nilai-nilai dasar perjuangan. Five stars doctor plus, sebagai bagian penting dalam mencetak dokter muslim yang berlandaskan imtak dan iptek. Integrasi nilai-nilai keislaman dalam praktek kehidupan sehari-hari merupakan cerminan Insan kedokteran ulil albab.
Dewasa ini, nilai-nilai prefesionalisme, kepemimpinan dan keislaman tergerus oleh arus modernitas yang semakin membawa mahasiswa ke jurang hedonisme. Ada sesuatu yang salah jika hedonism masuk dan merasuk dalam pikiran mahasiswa kedokteran khususnya. Ada sesuatu yang harus dikoreksi dari sistem tersebut agar arus modernitas dan globalisasi tidak menyeret mahasiswa kedokteran ke dalam jurang kehancuran. Amanah sebagai dokter dapat luntur jika permasalahan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada kesadaran diri untuk selalu memperbaikinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi dan memperbaiki sistem tersebut agar kedepannya mahasiswa kedokteran bukan hanya menjadi mahasiswa yang statif dan pasif. Akan tetapi menjadi the real student yang siap sebagai agent of change, agent of development dan agent of treatment.
               
                Untuk dapat mewujudkan itu semua diperlukan konsep how to be extraordinary medical students. Konsep mahasiswa kedokteran yang memiliki intelektualitas dan keislaman dalam menegakkan panji-panji pergerakan. Extraordinary medical student harus sejalan dan sevisi dengan semangat berorganisasi yang baik dan santun dalam dinamika pergerakan lembaga mahasiswa kedokteran khususnya. Menjadi mahasiswa yang extraordinary bukan hal yang sulit untuk dilakukan jika memiliki semangat dan komitmen untuk maju. Dalam lingkup mahasiswa kedokteran, hanya beberapa orang saja yang bersedia menjadi aktivis kampus. Peluang ini sebenarnya sangat besar bagi insane kedokteran yang ingin menjadi seorang dokter plus. Seorang dokter bukan hanya mengedepankan aspek intelektualitas saja, akan tetapi juga harus mengedepankan aspek kepemimpinan dan profesionalisme. Aspek-aspek tersebut hanya didapatkan jika mahasiswa mau dan bersedia terjun dalam lingkaran pergerakan dan menjadi pelaku sejarah yang sesungguhnya, bukan hanya menjadi bagian dari sejarah.  Untuk itu, untuk menjadi extraordinary medical student diperlukan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Menjunjug tinggi komitmen, konsisten dan continue. Konsep ini dikenal dengan istilah 3C (Comitment, Consistent, Continue). Dalam ranah pergerakan mahasiswa konsep tersebut yang dapat membangun semangat berorganisasi dan semangat untuk survive dalam menjalankan amanah yang dilaksanakan dengan sebaikk-baiknya.
  2. Pemikiran yang progresif dan dinamis. Sebagai mahasiswa kedokteran dituntut untuk dapat berfikir cermat dan cerdas untuk dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran yang konstruktif. Mahasiswa kedokteran harus dapat berfikir kreatif dan inovatif mengembangkan gagasan demi gagasan yang dapat membentuk pola pikir yang progresif.
  3. Profesionalisme dan sense of leadership. Sebagai mahasiswa kedokteran harus menjunjung tinggi etika beroganisasi dengan cara mengedepankan aspek profesionalisme diatas kepentingan pribadi ataupun golongan. Aspek profesionalisme inilah yang dapat menumbuh kembangkan trustworthy  diantara anggota. Sense of leadership diperlukan untuk dapat membentuk karakter ketokohan yang dapat menarik massa untuk dapat berperan aktif dalam kegiatan kelembagaan.
  4. Memiliki visi Insan Ulil Albab. Visi insane ulil albab sebagai parameter intelektulitas haru dimiliki oleh mahasiswa kedokteran. Dengan visi ini gambaran dokter muslim yang ideal dapat terbaca jika komitmen visi Insan Ulil Albab dapat terasah secara berkesinambungan. Diperlukan semangat untuk terus menerus memperbaiki diri, meng-up grade ahklaq agar senantiasa tumbuh benih-benih pemimpin yang memiliki visi Insan Ulil Albab.


Berangkat dari penjelasan diatas, diperlukan reorientasi pemikiran kelembagaan agar menjadi mahasiswa kedokteran yang high quality dapat tercapai. Mahasiswa kedokteran harus mampu memberikan kontribusi yang real bagi kelembagaan. Aktif dan progresif dalam mengikuti segala kegiatan kelembagaan agar sustainabilitas kegiatan kelembagaan dapat berlangsung tanpa terputus.
Kelembagaan mahasiswa FK UII sudah berjalan kurang lebih delapan tahun lamanya. Selama delapan tahun inilah, kelembagaan mahasiswa FK UII masih mencari bentuk yang ideal agar mahasiswa mampu dan mau untuk terus melanjutkan tongkat estafet yang sempat terputus. Begitu banyak kegiatan kelembagaan mahasiswa yang siap untuk menjadi kawah candradimuka bagi mahasiswa yang siap untuk mendedikasikan diri bagi kemajuan kelembagaan di FK UII. Sejak tahun 2005, dengan berdirinya DPM dan LEM sebagai wadah representative untuk dapat mewadahi segala aktivitas mahasiswa, ditambah lagi dengan berdirinya CMIA dan TBMM akan semakin mengukuhkan tradisi yanhg sempat hilang. Wadah tersebut merupakan salah satu fasilitas bagi mahasiswa untuk dapat mengembangkan kreativitas dan intelektualitas untuk terus berkarya dan berkarya demi kamajuan lembaga mahasiswa FK UII.
Kedepannya, FK UII memerlukan pengembangan kelembagaan yang lebih baik lagi dari sekarang agar mahasiswa memiliki sense of belonginguntuk memajukan dan meneruskan tongkat estafet yang sempat terputus. Lembaga mahasiswa seperti DPM, LEM, CMIA dan TBMM memerlukan orang-orang yang kuat lagi kokoh untuk menancapkan tiang pondasi kelembagaan yang kuat. Jangan hanya menjadi mahasiswa yang mengenal 3 pintu yaitu pintu kamar mandi, pintu kampus dan pintu kamar. Akan tetapi harus menjadi mahasiswa yang memiliki banyak pintu, ketika satu dipintu dibuka akan menemukan pintu-pintu yang lain yang memiliki tantangan dan harapan yang berbeda. Disanalah letak keistimewaan menjadi seorang aktivis kedokteran yang siap dan rela berkorban untuk kemajuan bersama.
Sudah saatnya berubah, berubah menjadi mahasiswa yang siap pakai untuk terjun ke masyarakat dengan semangat dan tanggung jawab yang prima, bukan menjadi mahasiswa yang hanya duduk manis dibangku kuliah tanpa memiliki keinginan untuk melakukan perubahan. KArena perubahan hanya ada ditangan kita yang ingin berubah. Berubah kearah yang lebih baik menuju insane yang lebih baik. Pintu kelembagaan akan selalu senantiasa terbuka bagi siapa saja yang memiliki keinginan dan hasrat untuk menuangkan ide demi ide yang kreatif. Ingat kawan, perubahan itu tidak akan pernah terjadi jika kita tidak punya keinginan untuk merubah. Revolusi belum usai, jadilah bagian dari sejarah yang mampu menorehkan tintas emas dalam sejarah dan dinamika pergerakan mahasiswa kedokteran Indonesia.

*) Penulis adalah mantan ketua DPM FK UII periode 2006-2008.

Senyum itu Sedeqah

Ketika membaca Al Qur’an dan sampai Surat Al Baqarah ayat 245 tentang sedeqah dan jaminan yang Allah janjikan pada orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah pada ayat 261. Allah menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi orang-orang yang mengeluarkan hartanya untuk Allah dan bahkan setiap harta yang dikeluarkan seperti sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji. Jika dihitung secara matematis jaminan yang Allah beri mencapai 700 kali lipat. Misal jika kita mengeluarkan sedeqah sebesar Rp.100.000, PASTI akan dilipatgandakan mencapai Rp.70.000.000 namun syarat dan ketentuan berlaku. Itu jika kita sedeqah berupa harta. Namun konsepsi sedeqah bukan hanya masalah harta, ada aspek lain dalam Al baqarah ayat 263 tentang berkata yang baik dan memaafkan justru lebih baik dibanding sedeqah namun menyakiti hati seseorang.

Berkata yang baik-baik termasuk di dalamnya senyum dan bisa membahagiakan orang lain itu sudah cukup untuk membahagiakan orang lain. Bahkan jika seseorang merasa nyaman dan tenang ketika berada disamping kita hal itu juga bagian dari sedeqah. Cakupan sedeqah diperluas, bukan hanya harta saja akan tetapi dengan menampakkan keindahan akhlak yang terpancar dari tulusnya senyuman, perkataan yang baik dan kedamaian ketika berada bersama orang-orang yang kita cintai merupakan bagian dari sedeqah. Tersenyum dengan tulus bukan hal yang sulit untuk sebagian orang yang terbiasa bertegur sapa dan berkata yang baik karna hal itu sudah menjadi habit sehingga tidak canggung, namun akan menjadi sulit dan kesannya tidak tulus bagi seseorang yang tidak terbiasa tegur sapa. Hal yang sangat sederhana namun setiap orang sering melupakannya. Padahal faedah tersenyum secara psikologis dapat membuat orang bahagia dan secara anatomis dapat meningkatkan kontraksi atau gerak otot-otot sekitar wajah sehingga menjadi awet muda menurut sebagian orang. Rasulullah saw selalu mengajarkan kita tentang senyum, seperti hadist yang di riwayatkan oleh Abu Dzar Al Ghifari “Jangan sekali kali engkau meremehkan perbuatan baik sekecil apapun meskipun perbuatan itu berupa engkau menemui saudaramu dengan wajah yang ceria (HR Muslim). Rasulullah saw sendiri selalu menebar senyum dan tidak pernah marah, beliau hanya bermuka masam sehingga Allah tegur melalui Surat Abasa ayat 1-8. Senyum selalu identik dengan salam dan sapa. Jika sudah tersenyum membiasakan mengucapkan salam dan sapalah teman kita agar ukhuwah bisa terbina dan saling mengingkatkan dalam kebaikan. Kebaikan apapun yang kita lakukan niscaya akan mendapatkan pahala disisi Allah. Walaupun sekedar menanyakan kabar dan memberikan perhatian sudah cukup untuk menguatkan tali silaturahim dengan sesama.

Jaminan yang Allah janjikan pada orang-orang yang sedeqah selain dilapangkan dan dilipatgandakan rizkinya, akan dipanjangkan umurnya, dijauhkan dari bala dan lain sebagainya. Pun demikian dengan senyum, secara tidak sadar Allah sudah berikan jaminan-jaminan itu namun terkadang kita melupakan bahwa apapun kebaikan yang kita dapat sekarang adalah hasil dari benih kebaikan yang kita tanam di waktu yang lampau. Jika saat ini kita banyak mendapatkan teman, disayangi oleh sesama, didoakan oleh banyak orang itu semua adalah dampak dari perbuatan baik yang kita semai walaupun itu hanya seuntai senyum. Kunci dari semuanya adalah tetap istiqomah menebar kebaikan, tawaddu dengan keadaan dan bersabar menunggu janji Allah hingga Allah ridho dengan segala doa dan ikhtiar kita. Berdoa yang khusyuk dan ikhtiar yang sempurna, dan menyerahkan segala sesuatunya hanya untuk Allah semata tetap khusnudzon dengan rencana Nya adalah bagian dari bentuk keyakinan kita kepada Allah. Mulai senyum dari hal yang paling kecil, paling sederhana dan dimulai saat ini juga.  

Im A Doctor and Im Proud to be

           

           Kisruh mengenai kriminalisasi kasus dr Ayu Sp.OG dkk yang ditangkap karena dugaan kasus malpraktek beberapa hari yang lalu, memang bikin heboh seluruh dokter di Indonesia. Aksi solidaritas dan simpatik menuntut dihentikannya kriminalisasi dokter khususnya kasus dr Ayu. Bahkan serempak diseluruh Indonesia melakukan aksi simpatik. Saya pribadi sebagai dokter tentunya tidak setuju kasus dr. Ayu yang ditangkap karena bermaksud ingin menolong orang.. Kasus emboli paru yang tidak bisa diprediksi kejadiannya yang menyebabkan kematian pada pasien. Bukan hanya karena kematiannya saja yang menjadi jurisprudensi kematian pasien tersebut akan tetapi prosesnya seperti tanda tangan informed consent yang dipalsukan, pasien dinyatakan gawat pagi akan tetapi malam hari baru dioperasi, posisi dr Ayu yang masih menjalani residensi tidak didampingi oleh konsulen. Semua jawaban itu sebenarnya sudah dijawab secara utuh oleh pengusu besar IDI.

                 Kalau setiap tidakan yang dilakukan ada komplikasi yang bisa dicegah dan ada komplikasi yang tidak bisa kita ketahui, sama saja sebenarnya ketika Saya sebagai dokter akan melakukan penyuntikan kepada pasien misalkan antinyeri ketika disuntikan kedalam tubuh pasien kemudian menimbulkan reaksi alergi, itu efek yang kita tidak bisa ketahui sebelum obat itu masuk kedalam tubuh pasien, pengecuali antibiotic yang masih bisa dilakukan skin test sehingga reaksi alergi yang muncul bisa diantisipasi. Bahkan pengalamanan pribadi, ada pasien yang alergi dengan berbagai macam obal anti nyeri oral sehingga hanya dapat diberikan parcetamol saja atau bahkan ada pasien yang alergi antibiotic cefadroxil datang ke IGD dengan syok anafilaktik. Memang harus setiap tindakan medis memerlukan informed consent. Dan informed consent itu yang nantinya menjadi bukti setiap tindakan yang dilakukan sudah melalui persetujuan pasien dan sudah dijelaskan secara panjang lebar. Untuk kasus emergenci yang harus dilakukan tindakan medis segera karena jika tidak dilakukan pertolongan akan menyebabkan kematian pada pasien, informed consent dapat dilakukan oleh keluarga atau pasien itu sendiri dengan catatan pasien dalam keadaan sadar penuh. Jika tindakan dr Ayu yang bermaksud menolong pasien namun ternyata menyebabkan kematian pada pasien dan itu dijadikan jurisprudensi malpraktek entah berapa orang yang akan meninggal karena dokternya takut untuk melakukan tindakan medis.
                Coba dicermati hakim yang memutuskan dr. Ayu vonis 10 bulan, tidak lain dan tidak bukan adalah Artidjo Alkostar. Anehnya banyak yang menghujat pak Artidjo. Menurut Saya kesalahan bukan di pak Artidjo, beliau melaksanakan tugas sesuai dengan profesionalisme beliau sebagai seorang penegak hukum. Orang yang belum pernah kontak dengan beliau belum akan tahu siapa beliau. Pak Artidjo ini dosen Fakultas Hukum UII yang terkenal integritasnya, anti suap, anti sogok. Beliau ini dulu ke kampus hanya pake motor atau pernah Saya lihat hanya memakai mobil butut. Ingat kasus pak harto yang oleh seluruh hakim setuju tidak dilanjutkan penuntutannya karena sakit, hanya pak artidjo yang dissenting opinion, kasus Angelina sondakh yang mengajukan kasasi ke MA dan ternyata dihukum 12 tahun penjara. Bukan perkara mudah untuk menjatuhkan vonis kepada tersangka. Jadi menurut Saya jika menyalahkan pak Artidjo salah alamat karena beliau pastinya sudah melalui pertimbangan untuk menjatuhkan vonis kepada dr. Ayu.
                Mengenai pemberitaan medis yang tidak objektif dan semakin memonjokkan profesi dokter seolah-olah kebal hukum dan sebagainya memang tidak tepat karena posisi media sebagai pilar keempat demokrasi menjadi tidak tepat karena hanya untuk mencari berita yang menarik akan tetapi dengan cara yang tidak elegan. Sebagai contoh kasus 1 hari tanpa dokter terlalu diekspolitasi, memang betul tanpa dokter untuk pasien rawat jalan akan tetapi untuk pasien gawat darurat tetap jalan dan pasien bisa ditangani untuk yang gawat darurat sedangkan poli atau rawat jalan bisa ditunda keesokan harinya.

Hikmah yang bisa dipetik
Terlepas dari gonjang ganjing yang ada karena kasus kriminalisasi dr Ayu ini, manfaat yang bisa kita ambil adalah hendaknya kita sebagai dokter lebih berhati-hati dengan setiap tindakan medis apapun yang akan dilakukan kepada pasien. Kasus dr Ayu kita jadikan sebagai pengingat saja agar kedepan harus cermat dan hati-hati. Kita dukung terus semoga peninjauan kembali ke MA dapat membebaskan dr.Ayu dkk. Kemudian dengan kasus ini harus menghormati pasien siapapun dia tidak mengenal golongan dan status sosial.