Anas dan tantangan Demokrat

Kongres Partai Demokrat ke II telah usai, kongres yang menurut sebagian pengamat merupakan kongres yang paling demokratis diantara partai politik di Indonesia telah melahirkan wajah pemimpin democrat yang lahir dari rahim demokrasi yang tumbuh subur pada partai tersebut, sosok itu adalah seorang Anas Urbaningrum (AU). Anas yang maju tanpa “cium tangan” dengan SBY mampu membalikkan prediksi banyak pengamat yang lebih menjagokan Andi Mallarangeng yang didukung oleh SBY melalui Ibas. Pun begitu dengan Marzuki Alie, ketua DPR RI ini setelah lolos putaran ke dua pemilihan akhirnya juga “cium tangan” dengan SBY. Lagi-lagi, sosok kharismatik AU dan sense of leadership-nya mampu memenangkan game tersebut. Apakah ini tanda-tanda kekuatan SBY di Demokrat sudah mulai pudar dan digantikan dengan sosok yang lebih muda dan energik.

Kongres telah melahirkan calon pemimpin bangsa ini ke depan, entah 2014, 2019 atau 2024 nantinya. Tapi yang jelas benih-benih kepemimpinan AU untuk Indonesia sudah muncul ketika ia dengan gagah memenangkan Kongres Demokrat 2010. Tantangan demi tantangan sudah menanti AU. Tugas yang diemban pun tidak mudah bagaimana AU mampu mempertahankan track record kemenangan di pemilu 2009 untuk dapat dilanjutkan pada pemilu 2014. Tugas yang tidak mudah tentunya mengingat amanah kongres yang mematok angka 30% kemenangan di pemilu 2014. Tentunya AU harus rajin sowan ke daerah-daerah untuk konsolidasi sejak dini demi penguatan basis masa Demokrat di daerah agar realisasi 30% dapat terwujud.

Pasca kongres ini tentunya masa kooperasi dan konslidasi internal partai untuk membenanhi struktur, pola kerja dan kepengurusan di Demokrat. Positioning yang tepat akan menentukan langkah konkrit ke depan. Yang jelas AU harus mampu merangkul seluruh komponen dalam Demokrat yang sempat pecah menjadi faksi-faksi yang jika tidak diatasi dapat enjadi kerikil yang menghalangi kinerja Demokrat ke depan. Salah satu perubahan besar yang terjadi di Demokrat adalah dibentuknya Majelis Tinggi yang memiliki kewenangan sangat luas, bahkan dapat mem-veto keputusan DPP. Majelis Tinggi yang di ketuai oleh SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD sepertinya masih ingin mengendalikan Demokrat seutuhnya. Ini tak ubahnya seperti fungsi Dewan Pembina Golkar pada masa Orba, dimana Dewan Pembina memiliki peran yang sangat luas tak terbatas cenderung ke arah demokrasi totaliter.

Peran yang tak kalah penting dan harus dibentengi oleh AU adalah penguatan koalisi yang mudah sekali di koyak-koyak oleh kepentingan tertentu. Anas harus mampu menjaga stabilitas koalisi agar sesuai dengan track record untuk mendukung oemerintah hingga masa tugas pemerintahan SBY selesai pada 2014 nanti. Anas harus dapat menjalin komunikasi yang intensif pada partai-partai yang “ndablek” seperti Golkar dan PKS. Disinilah kejeniusan seorang Anas Urbaningrum di uji. Gaya dplomasinya yang memang sudah matang dan tertempa di HMI merupakan kunci utama dalam menjaga stabilitas internal koalisi.

Kita hanya bisa menunggu, apa gebrakan yang akan dilakukan oleh AU dalam mengawal pemerintahan SBY Boediono untuk sampai ke dermaga berikutnya. Kemenangan seorang AU merupakan kemenangan anak mudah, untuk dapat mendobrak dikotomi yang memenjarakan aspirasi rakyat dalam ruang public. Selamat Bang Anas, selamat berjuang..

Sani Rachman Soleman, S.Ked






Komoditi dagang pilkada : Kebijakan Kesehatan


Sudah terbiasa terdengar dalam telinga kita semua setiap calon pemimpin gembar gembor konsep yang cukup menarik simpati sebagai komoditi dagang politik. Selain masalah pendidikan dan perekonomian, permasalahan kesehatan juga cukup mendapatkan tempat tersendiri di hati rakyat. Sayang sungguh sayang, ketika komoditi dagang politik yang cukup strategis ini hanya menjadi cibiran politk tanpa tahu bagaimana dapat mengaplikasikannya.


Pembangunan kesehatan kedepan yang harus diperhatikan adalah pembangunan berlandaskan kesetaraan. Masih banyak kesenjangan yang terjadi sehingga menyebabkan disparitas yang dalam antara health provider dengan patient. Dewasa ini topic yang menjadi buah bibir adalah jamkesmas (Jaminan Kesehatan masyrakat). Memang trobosan ini cukup efektif untuk mengcover golongan menengah kebawah agar mendapatkan kepastian dalam pelayanan kesehatan. Akan tetapi sentralisasi program ini harus sinergis dengan program daerah untuk dapat menutup jumlah kuota peserta jamkesmas yang tidak tercover, bentuk kegiatan ini dapat di aplikasikan dalam bentuk jamkesda (Jaminan kesehatan daerah). Program tersebut harus memiliki kreativitas yang mumpuni sehingga dari tahun ke tahun pengembangan program ini cukup progresif.

Program jaminan kesehatan harus dapat bersifat “universal coverage”, seluruh elemen lapisan masyarakat harus mendapatkan kesehatan, titik tekan terletak pada peserta yang tidak tercover oleh jamkesmas dan elemen masyarakat yang memberikan kontribusi maksimal seperti tokoh masyarakat, kader kesehatan, anak berprestasi.

Bagi daerah yang dikaruniai APBD melimpah, pengembangan pelayanan kesehatan dapat dikonsep lebih luas lagi. Selama ini CT Scan dan MRI dan ada beberapa pemeriksaan lain yang tidak masuk kuota jamkesmas maupun jamkesda, kedepan batasan anggaran bukan lagi kendala berarti. Ada beberapa penyakit yang diagnosis pasti dengan dilakukan CT Scan dan MRI karena keterbatasan dana sehingga diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan.

Pengembangan dokter keluarga agar seluruh rakyat mendapatkan kepastian pelayanan kesehatan. Selama ini dokter hanya terpusat pada daerah jawa, hanya segelintir yang bersedia terjun ke perifer. Pemerintah seharusnya dapat memberikan tunjangan ekstra bagi dokter-dokter yang bekerja di daerah perifer sehingga dokter sendiri bersedia untuk ditempatkan dimana saja. Adanya UUPK sebagai temeng untuk membatasi ruang gerak dokter menjadi ambiguitas karena miskinnya SDM dan alat didaerah terpencil sehingga tidak heran jika tenaga kesehatan selain dokter yang dapat memberikan terapi yang lebih banyak tidak sesuainya dibanding kesesuaiannya. Sekelumit cerita diatas belum cukup untuk mewakili jeritan hati rakyat Indonesia yang dahaga akan sebuah makna sehat.

Selamat Berpilkada

Momentum 2010 ini merupakan suatu momentum yang sudah ditunggu-tunggu oleh sebagian pencari kekuasaan untuk dapat bertarung dalam sebuah arena yang disebut pilkada. Berdasarkan data yang terhimpun oleh KPU diseluruh Indonesia terdapat lebih dari 130 pilkada provinsi kabupaten dan kota seluruh Indonesia (Klik disini). Dari sekian momentum pilkada yang menarik adalah pilkada did aerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

               

Secara de facto, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah kabupaten pertama yang menjalankan pemilihan secara langsung pasca reformasi. Berdasarka fakta itu, muncullah harapan yang cukup besar dipundak bupati terpilih saat itu. Momentum kebangkitan Kerajaan Kutai Modern dengan pembangunan –pembangunan supra dan infrastruktur secara komprehensif. Fakta hanyalah tinggal fakta semata, dibalik mewahnya pergelaran pesa demokrasi itu ternyata output hasil pilkada itu hanya tinggal cerita dibalik layar belaka. Bupati terpilih saat itu H.Syaukani HR dan H.Syamsuri Aspar, keduanya teribat vis a vis dengan KPK sehingga semuanya harus berakhir di bui.

                Seluruh mata dunia internasional dibuat berdecak kagum dengan keberhasila pilkada langsung yang dilaksanakan oleh pemerintah, namun dibalik semua itu ternyata masih meninggalkan sisa puing-puing kebijakan yang masih berserakan. Cerita masa lalu yang hanya dapat dikenang oleh memori-memori yang tersisa kini pada tanggal 1 Mei 2010 berrtepatan dengan hari buruh sedunia dilaksanakan pilkada untuk memilih pemimpin yang memiliku karakter kuat dalam memimpin, sense of belonging yang tinggi, senses of leadership yang tanggung serta menguasai medan adalah kriteria absolute untuk memilih calon pemimpin di kutai kartanegara.

                Sungguh beruntung memang memimpin kabupaten terkaya di Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah dan APBD nyaris 5 triliun (terbesar di Indonesia) harusnya aspek people wefare dapat tercover dengan baik. Cernati, apakah permasalahan kesehatan masih marketable bagi cabup untuk dapat menarik simpati masa, apakah program pendidikan gratis bukan hanya kualitas yang diperbaiki akan tetapi kuantitas juga harus merata, apakah penegakan supremasi hukum masih dapat ditegakkan dengan mengedepankan aspek praduga tidak bersalah? Semua pasti bicara kecap nomor satu, tidak ada kecap nomor dua. Namun dengan kecap nomor satu itu bagaimana bisa diolah menjadi makanan yang siap saji sehingga seluruh rakyat dapat menikmati hasilnya.

                Support program untuk meningkatkan mikro ekonomi dan stabilisasi makro ekonomi sangat penting agar laju perekonomian dapat mencapai 5% lebih pertahun dan semakin ditingkatkan daru tahun ke tahun. Proses pendampingan bagi ekonomi mikro harus beriringan dan sejajar agar ekonomi mikro tidak tergerus oleh arus globalisasi yang semakin memakan korban. Ingat. Alokasi APBD tahun 2010 nyaris 5 triliun itu hampir mendekati APBD Kaltim seharusnya aspek-aspek diatas tadi dapat terpenuhi. Momentum 1 Mei ini adalah momentum untuk Kukar bangkit, bangkit dari keterpurukan dan bangkit dan ketertindasan. Siapapun pemimpinnya, konsep solus populis supremalex harus dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Sang Khaliq.

 

Sani Rachman Soleman, S.Ked

Aktivis HMI MPO Cabang Yogyakarta